Satujuang, Bengkulu- Mengejutkan, dipersidangan ke-2 terdakwa eks Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, 2 pejabat mengaku tidak ada permintaan uang dari Rohidin Mersyah.
Pengakuan pertama muncul dari Direktur Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu, Jasmen Silitonga, kemudian dari Kepala Kantor Penghubung di Jakarta, Jimy Hariyanto.
Jasmen bahkan sempat diskak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) karena pengakuannya berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat di kantor KPK.
Awalnya, Ketua Majelis Hakim, Faisol, menanyakan apakah pemberian uang untuk membantu pemenangan terdakwa Rohidin Mersyah mencalonkan diri sebagai gubernur ada tekanan atau ancaman tertentu.
“Pada Juni 2024, saya ditelepon ajudan gubernur untuk rapat di Balai Raya. Saat saya tiba terlambat disana, Pak Rohidin menyampaikan bahwa ia akan mencalonkan diri lagi sebagai gubernur dan diminta untuk membantu sosialisasikan kepada sanak, saudara, dan beberapa tempat,” kata Jasmen kepada Hakim pada sidang di Pengadilan Tipikor Bengkulu, Rabu (30/4).
Kata Jasmen, dihadapan para Pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu yang hadir saat itu, terdakwa Rohidin menyatakan jika ia tidak menjadi gubernur lagi, maka jabatan yang dipegang para pejabat belum tentu bertahan.
“Kalau saya tidak jadi gubernur lagi, maka saudara-saudara tidak akan duduki jabatan lagi,” kata Jasmen menirukan ucapan yang disampaikan Rohidin.
Hasil rapat tersebut disepakati, Jasmen bertanggung jawab untuk pemenangan Rohidin Mersyah di Kabupaten Rejang Lebong dan masing-masing sumbangan uang Rp200 juta.
“Jadi kesepakatan Rp200 juta. Itu disepakati tanpa ada Pak Rohidin, kesepakatan tim internal. Namun saya cuma bisa bantu Rp50 juta,” ungkap Jasmen.
Keterangan Jasmen tersebut dibantah JPU KPK yang menyatakan bahwa dalam berkas perkara pemeriksaan saksi di KPK, saksi Jasmen mengatakan bahwa bila tidak ikut menyumbang ia akan dicopot dari jabatan.
“Di BAP KPK, saksi menyatakan kalau tidak ikut ada risiko pencopotan jabatan apabila tidak ikut membantu,” kata JPU.
Pernyataan Jasmen senada dengan yang disampaikan Jimy Hariyanto yang mengaku tidak ada permintaan sejumlah uang yang keluar dari mulut Rohidin Mersyah kepada mereka para pejabat.
Hal itu dijelaskan oleh Kuasa Hukum Rohidin Mersyah, Aan Julianda SH, yang menerangkan kalau Rohidin hanya menyampaikan permintaan untuk bantuan pemenangan untuk Pilkada 2024.
“Nah jumlah besaran biaya yang mereka sumbang siapa yang sepakati? dari fakta persidangan terungkap disepakati antara tim yang dibagi perwilayah itu,” terangnya, Kamis (1/5/25).
Aan menjelaskan, dalam dakwaan diketahui bersama bahwa sumbang dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ini bervariatif.
Tidak dipukul rata tidak sama semua, yang berarti tidak ada target dari Rohidin Mersyah yang dibebankan kepada para pejabat Pemprov untuk pemenangannya tersebut.
“Dan yang perlu dicatat, posisi pak Rohidin saat itu adalah sebagai calon Gubernur,” pungkasnya.
Sidang ke 2 ini merupakan sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemerasan dan gratifikasi untuk pendanan Pilkada 2024 yang menjerat mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, mantan Sekda Isnan Fajri dan Evriansyah alias Anca selaku mantan ajudan Gubernur.
Diketahui, pada sidang lanjutan ini, JPU KPK menghadirkan lima saksi yaitu Herman Tri Wiyanto selaku Genderal Manager Hotel Mercure Bengkulu, Sarjan Efendi selaku Ketua Divisi Penyelenggara KPU Provinsi Bengkulu, Direktur RSJ Soeprapto Jasmen Silitonga, Jimy Hariyanto selaku Kepala Kantor Penghubung di Jakarta dan Puspita Dewi selaku Kasubag TU Biro Kesra Provinsi Bengkulu.
Setelah mendengar keterangan saksi, majelis hakim menetapkan sidang akan dilanjutan pada 7 Mei 2025 mendatang dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi-saksi. (Red/Tok)
π² Ingin update berita terbaru dari Satujuang langsung di WhatsApp? Gabung ke channel kami Klik di sini.