Oleh: Beni Ardiansyah S.IP
Tingginya elektabilitas dan popularitas Rohidin Marsyah terhadap keterpilihan untuk memimpin Gubernur Bengkulu pada 27 November mendatang telah membuat kalang kabut orang-orang yang selama ini ingin sekali menjadi Gubernur Bengkulu.
Sehingga bermacam isu yang di mainkan, dan banyak tokoh masyarakat dari politisi sampai pakar hukum menyuarakan pendapatnya, tentu terkait dengan putusan MK No: 2 PPU XXI 2023.
Penafsiaran salah hukum Prof Juanda sebagai Pakar Hukum Tatanegara pada tanggal 17 Maret 2024 di salah satu media mengatakan bahwa Rohidin Mersyah tidak dapat maju pada Pilgub 2024, namun nyatanya pada Kamis 29 Agustus beliau mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur Bengkulu dengan ribuan masyarakat mengantarkanya ke kantor KPU Provinsi Bengkulu.
Mungkin gerakan ini juga yang mengkhawatirkan banyak orang bahwa tingginya elektabilitas dan popularitas Rohidin Marsyah sejalan dengan yang ada pada politik arus bawah.
Sehingga pada 2 september 2024 melalui tim kuasa hukum Helmi Hasan dan Mian melakukan tuntutan hukum ke KPU juga tuntutan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.
Saya melihat tindakan ini adalah strategi politik sandera yang sedang tren di republik ini, namun jelas ungkapan ketakutan seorang Helmi Hasan susah menang untuk bersaing dengan Rohidin Marsyah.
Sehingga cara-cara politik sandera sangat dimungkinkan dilakukan dari pada beradu ide gagasan untuk Provinisi Bengkulu, kita tau bahwa mereka adalah orang-orang luar biasa, untuk calon Gubernur mereka tokoh terbaik, keduanya memiliki pretasi diwilayahnya masing-masing.