Bengkulu – Komisi IV DPR RI meninjau dan berdiskusi dengan masyarakat Desa Kota Niur Kecamatan Semidang Lagan Kabupaten Bengkulu Tengah, Kamis (2/2/23).
Diskusi ini membahas Pelaksanaan Pelepasan Kawasan Hutan di Taman Buru Semidang Bukit Kabu untuk kesejahteraan masyarakat setempat.
Diketahui, setengah lahan pemukiman Desa Kota Niur saat ini berada di kawasan taman buru Semidang Bukit Kabu dan setengah lagi masuk ke kawasan Hutan Produksi yang dikelola oleh perusahaan tambang.
Komisi IV DPR RI menyatakan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pembebasan lahan hutan harus dilakukan untuk kepentingan masyarakat bukan perusahaan.
Dimana ini juga sejalan yang diusulkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah ke Kementerian LHK, terkait kebutuhan kawasan hutan untuk kepentingan atau kesejahteraan masyarakat.
“Ini sudah menjadi problem dimana-mana, masyarakat asli turun temurun tidak memiliki tanah satu jengkal pun, sementara perusahaan datang langsung dapat menguasai ratusan hingga ribuan hektare,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi.
Lebih lanjut, jika masyarakat ingin mengurus untuk dapat izin pelepasan menjadi sebuah kawasan desa ataupun pemukiman sulitnya luar biasa.
Hal ini, karena masyarakat tidak memiliki akses politik, sedangkan pihak tambang mudah melobi keatas.
Menurutnya, Daerah konservasi yang melahirkan karbon yang tinggi, harus mendapatkan dana kompensasi bagi hasil dari pemerintah pusat.
Sebab, makin lama masyarakat tidak ingin punya hutan karena tidak dapat digarap atau menghasilkan sesuatu.
Maka muncul pemikiran masyarakat, lebih baik hutan dijadikan lokasi pertambangan, karena dapat menghasilkan uang. Jika hal ini terjadi, tidak butuh waktu lama Indonesia akan hancur.
Dimana hutan sudah habis, penambangan menggurita dimana-mana dan rakyatnya termiskinkan karena tidak memiliki tanah.
“Jadi masyarakat harus berkomitmen jika lahan ini dilepaskan, namun tidak boleh diperjualbelikan,” terang Dedi.
Menurut Gubernur Rohidin, usulan yang disampaikan kabupaten Bengkulu Tengah seluas 5 ribuan hectare.
Yang disetujui LHK sekitar 7 hektare, inilah yang betul-betul dibutuhkan masyarakat untuk permukiman.
“Jadi secara prinsip kepentingan masyarakat tetap harus diutamakan, tapi tanpa merusak fungsi kawasan,” tegas Rohidin.
Sementara itu data Dinas LHK Provinsi Bengkulu menyebutkan, usulan perubahan kawasan hutan Bengkulu telah disampaikan ke KemenLHK sejak 2019 lalu.
Rohidin beberapa waktu lalu juga sudah memaparkan pada Rapat Uji Konsistensi Penelitian Terpadu Perubahan Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Bengkulu.
Khusus bidang kehutanan, pola ruang yang telah direncanakan di setiap kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu masih terdapat ketidaksesuaian dalam pemanfaatan ruang.
“Sehingga menjadi konflik/ permasalahan yang berkelanjutan, khususnya antara masyarakat dengan pihak keamanan dalam hal ini polisi kehutanan,” jelas Rohidin.
Sebelumnya, diketahui Pemprov mengusulkan kebutuhan kawasan hutan untuk kepentingan atau kesejahteraan masyarakat dengan luas total 122.448,25 hektare.
Dengan rincian Kabupaten Bengkulu Utara seluas 37.911,44 hektare, Bengkulu Selatan seluas 707,71 hektare, Bengkulu Tengah seluas 5.276,57 hektare.
Lalu Kota Bengkulu seluas 505,40 hektare dan Seluma seluas 61.925,13 hektare, Kabupaten Lebong hutan yang diusulkan seluas 199,68 hektare.
Kemudian Rejang Lebong seluas 1.230,52 hektare, Kepahiang seluas 192,43 hektare, Kaur seluas 2.610,87 hektare dan Kabupaten Mukomuko seluas 11.897,92 hektare. (red)