Menu

Mode Gelap
Kasus Korupsi Impor Gula, Kejagung Serahkan Tersangka dan Barang Bukti ke Kejari Jakpus Kasus Razman dan Firdaus, Praktiksi Hukum: Pemberian Sanksi Harus Objektif dan Proporsional Polisi Bekuk Komplotan Wanita Spesialis Pencuri Perhiasan Anak Ratusan Personel Amankan Haul Habib Muhammd Bin Thohir Al Hadad di Kota Tegal Korem 041 Gelar Turnamen Tenis Beregu Putra se-Provinsi Bengkulu Perseteruan LSM Dengan Kepala Disdikbud Kota Bengkulu Jadi Perhatian Banyak Pihak

Hukum

Bebasnya Terdakwa Dugaan Korupsi Bantuan BOK Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Dipertanyakan

badge-check


Terdakwa bersama Kuasa Hukumnya Perbesar

Terdakwa bersama Kuasa Hukumnya

Satujuang- Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu terhadap terdakwa dugaan korupsi Bantuan BOK Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu dipertanyakan.

Mantan Kepala Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu, dr.Raden Ajeng Yeni Warningsih dalam sidang putusan kasus dugaan korupsi pemotongan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun anggaran 2022 yang menimbulkan kerugian negara Rp.147 juta dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim.

Sidang yang diketuai Majelis Hakim Dwi Purwanti ini menyatakan bahwa, terdakwa tidak terbukti bersalah atas semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU)

“Terdakwa tidak memiliki niat jahat, dan apa yang dilakukan terdakwa bukanlah tindak pidana korupsi. Maka terdakwa dibebaskan dari tindak pindana hukum,” jelas Majelis Hakim dalam amar putusannya pada sidang di Pengadilan Negeri Bengkulu, Selasa (19/12) lalu.

Kasus ini awalnya ditangani Tim Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bengkulu yang akhirnya bergulir hingga ke meja hijau.

Pelimpahan berkas penyidikan perkara ini dilakukan Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Bengkulu kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu pada Selasa (26/9) lalu.

Dalam perkara ini, Direktur Reskrimsus Polda Bengkulu Kombes Pol I Wayan Riko Setiawan melalui Kasubdit Tipikor Kompol Khoiril Akbar menyatakan total Dana BOK yang dicairkan pada tahun anggaran 2022 berjumlah 749 juta dan total uang yang dipotong sebesar Rp.146 juta.

Pemotongan dilakukan dari uang perjalanan dinas sebesar 400 juta yang dipotong menjadi 2 tahap sebesar 95 juta di tahap 1 dan 51 juta di tahap 2.

“Kita terima berkas perkara dan tersangka dari penyidik, ada sekitar 2 box berkas barang bukti, termasuk uang juga yang kita terima, habis ini kita susun dakwaan agar segera proses persidangan,” kata Rozano Yudistira Kasi Penuntutan Kejati Bengkulu saat itu.

Pada Senin (30/10) lalu, Made Sukiade SH selaku kuasa hukum terdakwa saat wawancara dengan wartawan mengakui bahwa benar adanya dilakukan pemotongan oleh terdakwa.

Namun, kata Made, pemotongan tersebut bedasarkan usulan kebersamaan dan sudah dirapatkan bersama-sama.

“Duit transportasi yang hak mereka adalah Rp.80 ribu, kegiatan sudah dilaksanakan, SPJ nya sudah ditandatangani, maka dana Rp.80 ribu adalah hak mereka masing-masing, setelah itu baru dilakukan seving sebesar Rp.30 ribu kepada masing-masing staf. Dana masing-masing 30 ribu kemudian dibagikan kembali kepada mereka juga,” sebut Made.

Sementara disisi lain, salah seorang pelapor membenarkan uang seving tersebut ada yang dikembalikan, namun jika dihitung antara uang potongan dan yang dikembalikan muncul nominal selisih yang cukup besar.

Untuk satu kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2022 saja berdasarkan perhitungan Tim Penyidik Tipikor Polda Bengkulu muncul selisih Rp.60 juta yang tidak diketahui memana arahnya.

“Itu baru 1 kegiatan, belum kegiatan yang lain. Sementara selama 2022 ada banyak kegiatan yang menggunakan dana BOK. Dia sudah lama loh menjabat disana. Kemudian pengakuan honorer yang tandatanggannya dipalsukan, bagaimana,” ketus salah seorang pelapor, Rabu (27/12/23).

Seperti diketahui, dalam kasus ini sebelumnya JPU Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu menuntut terdakwa dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp.200 juta.

JPU menilai, terdakwa terbukti melanggar pasal 12 junto pasal 18 ayat 1 huruf B ayat 2 ayat 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimanaa telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Banyaknya bukti jelas yang bermunculan inilah yang dipertanyakan oleh para pelapor, mengapa PN Bengkulu justru menyatakan terdakwa tidak bersalah. (Red)

Trending di Hukum