Satujuang.com – Pasca ditahannya satu unit mobil angkutan batubara oleh warga, Desa Pondok Bakil Kecamatan Ulu Kupai Kabupaten Bengkulu Utara pada Jum’at (27/8/21) sore.

Terungkap kemarahan warga atas aktifitas tambang batubara yang terjadi di PIT 5 desa Pondok Bakil Kabupaten Bengkulu Utara tersebut.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

“Kami sudah lama kesal, karena mobil ini selalu melewati jalan masyarakat untuk mengangkut batubara,” kata Firman salah seorang warga desa Pondok Bakil.

Diungkapkan oleh Firman, saat mediasi dengan pihak Danramil dan Kepolisian dilokasi tadi. Pihak Danramil dan Kepolisian mengatakan terjadinya kemacetan bukan salah dari perusahaan tambang.

“Tadi waktu dimediasi pihak Polsek dan Danramil juga, bahwa itu bukan salah perusahaan, itu salah yang mana kita gak tau, yang jelas jalan masyarakat sudah gak ada lagi, sudah habis,” kesal Firman.

Firman menjelaskan aktifitas penambangan tersebut tidak jelas dilakukan oleh perusahaan mana, memiliki izin atau tidak, karena tidak ada penjelasan kepada warga desa.

“Sampai detik ini, kami warga desa gak tau aktifitas tambang itu dilakukan siapa, di Jalankan langsung PT Injatama apa kontraktor,” sambungnya.

Untuk diketahui, Gerakan Masyarakat dan Lembaga Menggugat (GMLM) Bengkulu ternyata telah melayangkan surat kepada Gubernur Rohidin atas aktifitas penambangan batubara yang menghancurkan 3 Km jalan milik Provinsi tersebut.

Melansir dari Bengkuluinteraktif.com, Agus Purwanto, perwakilan GMLM mengatakan, masyarakat terpaksa melalui jalur alternatif yang dibuat oleh pihak perusahaan dengan kondisi jalan seadanya.

“Jalan itu merupakan jalan bersejarah, eks peninggalan penjajahan. Tahun 2020 lalu lebih kurang 3 kilo dibabat habis untuk jadi lahan tambang batubara. Pertanyaannya siapa yang memberikan izin atau rekomendasi ke Injatama untuk memindahkan jalan itu,” kata Agus.

Agus sempat bertemu dengan pihak manajemen PT Injatama, menurut keterangan pihak PT Injatama, relokasi jalan itu sudah mendapat rekomendasi dari gubernur.

Hanya saja, saat dimintai bukti pihak perusahaan enggan menunjukan kepada perwakilan masyarakat.

“Kami bersama perwakilan masyarakat sempat bertemu dengan pihak Injatama untuk mempertanyakan perizinan pemindahan jalan itu. Menurut mereka sudah ada rekomendasi dari gubernur tapi saat kami minta bukti, pihak perusahaan mala meminta kami menanyakan langsung ke gubernur,” kata Agus.

Dikatakan Agus, jalan alternative yang dibuat pihak perusahaan sangat memperihatinkan karena berlokasi di bekas galian tambang, sudah mengalami amblas di beberapa titik dan membahayakan untuk pengguna jalan.

Sementara menurut keterangan Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, kewenangan pengawasan pertambangan sejak tahun 2020, sudah menjadi tanggungjawab pusat.

“Sejak Desember 2020 untuk kegiatan pertama mineral dan batubara menjadi kewenangan pusat Kementrian ESDM cq. Ditjen Minerba untuk di provinsi” jelas Kadis ESDM, Ahyan Endu, Rabu (11/8). (pepen)