Bengkulu – Perkara surat edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu Nomor: 734/PL.02.2-SD/17/2/2024 Tanggal 26 November 2024 yang dilaporkan oleh aktivis Bengkulu Deno Marlando ke Bawaslu Provinsi Bengkulu, masuki babak baru.
Pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bengkulu secara resmi telah mengeluarkan putusan hasil rapat pleno mereka atas laporan tersebut, terbukti terjadi pelanggaran pemilu, Sabtu (14/12/24).
Dimana diketahui laporan yang dimasukkan pada Minggu (8/12) lalu itu menyebutkan ada dugaan pelanggaran pemilu berat yang telah dilakukan oleh pihak KPU Provinsi Bengkulu karena telah menerbitkan surat edaran Nomor: 734/PL.02.2-SD/17/2/2024 Tanggal 26 November 2024.
Dalam laporannya Deno menegaskan bahwa dasar aturan yang digunakan oleh pihak KPU untuk menerbitkan surat edaran tersebut tidak tepat dan menyalahi aturan.
“Ketentuan Pasal 16 Ayat (2) dan Ayat (4) PKPU Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota pengumuman tertulis dan lisan hanya berlaku untuk calon atau pasangan calon yang berstatus Berhalangan Tetap dan/atau Terpidana,” terang Deno dikutip dari laporan yang dimasukkannya ke Bawaslu.
Kemudian juga diterangkan bahwa menurut BAB II huruf A angka 3 huruf b Keputusan KPU Nomor 1774 Tahun 2024, pengumuman lisan dan tertulis hanya berlaku untuk calon atau pasangan calon kepala daerah yang berstatus Berhalangan Tetap dan Terpidana.
Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin dalam konferensi persnya yang menyatakan dengan tegas Pasal 16 Ayat (2) dan Ayat (4) PKPU Nomor 17 Tahun 2024 dan ketentuan BAB II huruf A angka 3 huruf b Keputusan KPU Nomor 1774 Tahun 2024 hanya berlaku untuk calon atau pasangan calon yang berstatus Berhalangan Tetap dan Terpidana.
“Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi calon atau pasangan calon dengan status Tersangka atau Terdakwa. Namun, pernyataan tersebut justru bertentang dengan surat yang diterbitkan sendiri oleh KPU RI,” imbuhnya.
Frasa mutatis mutandis yang dibuat KPU RI yang secara tidak langsung terkesan menyamakan status tersangka dengan terdakwa, dinilai sama sekali tidak memiliki landasan hukum, baik dalam UU Pilkada, PKPU maupun aturan turunan lainnya.
Sehingga KPU dianggap telah melampaui kewenangannya sebagai penyelenggaraan pemilu, memberi dampak ketidakadilan bagi peserta Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu.
“KPU Provinsi Bengkulu tidak mencerminkan asas-asas kepastian hukum, gegabah menterjemahkan sendiri Surat KPU RI secara serampangan tanpa memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan penyelenggaraan Pilkada. Melakukan tafsir sendiri sehingga mengakibatkan Pilkada berlangsung tidak adil,” paparnya. (Red)