Eko menegaskan, jika dugaan keterlibatan kepala desa tersebut terbukti, Bawaslu tidak akan segan-segan mengambil tindakan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kata Eko, larangan keterlibatan kepada desa dalam pemilu telah diatur dalam Undang-Undang 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100.3.5.5/244/SJ, tentang Netralitas Kepala Desa.
“Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, khususnya dalam Pasal 29 Huruf g dan j, mengatur bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik serta terlibat dalam kampanye pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah sudah sangat jelas. Jika kepala desa terlibat aktif mendukung salah satu calon, itu artinya mereka melanggar undang-undang dan melanggar prinsip netralitas yang harus dipegang teguh,” bebernya.
Eko mengungkapkan, jika terbukti melanggar, sanksinya sudah jelas sesuai yang diterangkan pada Pasal 30 ayat 1 berbunyi, kepala desa yang melanggar larangan tersebut akan dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
Jika teguran ini tidak diindahkan, pada ayat 2 diatur bahwa kepala desa tersebut dapat diberhentikan sementara dan berpotensi diberhentikan secara permanen.
Selain UU Desa, lanjut Eko, pelanggaran netralitas kepala desa juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Pada Pasal 280 ayat 2 huruf h dan i, disebutkan bahwa tim kampanye dilarang mengikutsertakan kepala desa dan perangkat desa dalam kegiatan kampanye. Jika larangan ini dilanggar, sanksi pidana siap menjerat mereka.