Satujuang- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu diminta untuk mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan membuka Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Hal ini disampaikan Ketua Lembaga Front Pembela Rakyat (FPR), Rustam Efendi SH C.Ps C.Mk, yang menilai langkah tersebut sudah sepatutnya dilakukan oleh Pemprov Bengkulu.
“Ini sangat penting, sebab selama ini WPR tidak resmi sehingga berpotensi terjadi konflik jika ada permasalahan dengan pihak tertentu dan investor luar,” terangnya, Sabtu (4/5/24).
Situasi saat ini, kata Rustam berpotensi memunculkan reaksi seperti terjadinya aksi demonstrasi yang bisa berujung rusuh dan anarki.
Apalagi jika masyarakat penambang rakyat seperti di wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) kurang diperhatikan, bisa saja masyarakat miskin yang mengais rezeki dari gerusan serta limpasan batubara di sungai itu marah sehingga memunculkan reaksi.
“Karena berkarung-karung batubara hasil jerih payah yang mereka kumpulkan dari Sungai dan sisah pertambangan tidak bisa dijual atau dimanfaatkan. Ini sangat miris dan membuat kita sedih,” tambahnya.
Rustam menuturkan, aktivitas pertambangan rakyat tidak dapat dipisahkan sebagai aktivitas ekonomi potensial tetapi dilain sisi juga merupakan aktivitas yang mengandung banyak dampak dan resiko.
Sehingga perlu direspon dengan adanya regulasi yang tepat untuk dapat mengoptimalkan potensi kemanfaatan dari aktivitas tersebut, sekaligus meminimalisir dampak negatif serta mengurangi resiko dalam aktivitas tersebut.
Dalam kerangka regulasi di Indonesia pertambangan rakyat telah diatur melalui U No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Regulasi ini mengatur tentang operasionalisasi aktivitas pertambangan rakyat, melalui adanya Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
IPR didefinisikan sebagai izin untuk melakukan pertambangan di wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi yang dibatasi.
Adapun, WPR sendiri ditetapkan hanya untuk kawasan yang memiliki kriteria sebagai berikut :
- Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai,
- Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter,
- Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba,
- Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektar,
- Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang dan/atau Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lirna belas) tahun.
Selanjutnya pada prinsipnya Keadilan Sosial, dimana pengelolaan tambang rakyat harus mampu mendorong terwujudnya keadilan bagi seluruh pelaku tambang rakyat.
Keselamatan kerja
Kegiatan pengelolaan tambang rakyat diharapkan mampu meminimalkan resiko-resiko sosial didalam penataan tambang rakyat seperti misalnya keselamatan kerja, konflik sosial dan sebagainya.
Keselamatan lingkungan
Dimana pengelolaan tambang rakyat harus mampu mendorong institusionalisasi dalam pengelolaan tambang rakyat yang ramah lingkungan.
Kebersamaan
Kegiatan pengelolaan tambang rakyat harus mampu mendorong kebersamaan segenap stakeholder di dalam pengelolaan tambang rakyat.
Kebermanfaatan jangka panjang
Pengelolaan tambang rakyat harus mampu mendorong internalisasi nilai-nilai ramah lingkungan dalam aktivitas tambang rakyat dalam rangka mendorong adanya manfaat jangka panjang dari aktivitas pertambangan rakyat. (Red)