Satujuang- Kejanggalan yang terjadi pada perkebunan teh yang dikelola oleh PT Agrotea Bukit Daun di Kabupaten Rejang Lebong mulai terkuak ke permukaan pada tahun 2016 silam.
Status kepemilikan lahan perkebunan teh dengan luas mencapai 314 hektare tersebut dipertanyakan, karena tidak jelas.
Mengutip Antara.com yang tayang pada tahun 2016 silam, ketidakjelasan lahan yang dijadikan perkebunan teh di Kecamatan Bermani Ulu tersebut terungkap dalam rapat koordinasi antara Pemkab Rejang Lebong dengan pihak PT Agrotea.
Rapat tersebut dihadir Ketua Komisi II DPRD Rejang Lebong, Wahono, asisten tata pemerintahan Pemkab Rejang Lebong, Eddy Prawisnu, pihak dinas kehutanan dan perkebunan dan badan pertanahan nasional (BPN) Rejang Lebong serta dinas/instansi lainnya.
Lahan ini menjadi temuan BPK-RI. Juga terungkap lahan tidak memiliki Amdal sejak bertahun-tahun, parahnya lagi terungkap bahwa lahan tersebut belum memiliki sertifikat.
Wahono saat itu menyebut, dari sistem sewa lahan ini Pemkab Rejang Lebong setiap tahunnya menerima pembayaran dari pihak perusahaan hanya sebesar Rp25 juta per tahun atau Rp100 ribu per hektare per tahun.
Ditahun 2019 permasalahan kebun ini kembali jadi perhatian, dikutip dari BengkuluToday.com Pemerintah daerah Kabupaten Rejang Lebong, pada Senin (11/3/19) silam, sempat menggelar rapat bersama PT Agrotea.
Rapat ini kembali membahas hasil temuan dari BPK RI tahun 2014, atas kerjasama yang berlaku 25 tahun dari tahun 2004 hingga tahun 2029 tersebut.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Rejang Lebong saat itu, Denni, mengatakan PT Agrotea menggunakan lahan milik pemerintah seluas 600 Hektar, yang digunakan untuk bercocok tanam kebun teh. Sehingga dibuat perjanjian sewa lahan 100 ribu pertahun dan setiap tahun naik 5%.
“Karena sewa lahan yang kecil inilah yang menjadi temuan BKP. Ini dapat merugikan daerah,” ujar Denni saat itu.
Setelah bermusyawarah, kata Denni, Pemkab Rejang Lebong dengan PT Agrotea sepakat untuk membuat Memorandum Of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman kembali terkait persoalan sewa lahan ini, guna menghindari kasus hukum yang berlaku.
Polda Bengkulu Pernah Periksa PT Agrotea Bukit Daun Tahun 2022
Ditahun 2022 ternyata perkara terkait PT Agrotea Bukit Daun pernah diperiksa oleh pihak Subdit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polda Bengkulu yang mengusut kasus dugaan penyalahgunaan aset milik pemerintah daerah (Pemda) dalam pengelolaan lahan menjadi perkebunan teh.
Seperti pemberitaan yang ditayangkan tvonenews.com, penyelidikan dilakukan berdasarkan laporan LP-A/II/2022/SPKT/Ditreskrimsus/Polda Bengkulu tertanggal 15 Februari 2022.
Penyelidikan ini dibenarkan Direktur Ditreskrimsus Polda Bengkulu saat itu, Kombespol Aries Andhi, tim penyidik dalam penyelidikannya memanggil Mantan Bupati Rejang Lebong, Ahmad Hijazi dan kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Rejang Lebong, Jamaluddin.
“Itu terkait masalah perkebunan tanpa izin saat beliau menjabat sebagai Bupati,” kata Kombes Pol Aries Andhi, Jumat (25/2/22) silam.
Namun sayangnya, penuntasan atas perkara tersebut tidak diketahui hingga saat ini.
PT Agrotea Bukit Daun Kembali Panas di Tahun 2023
Kembali mencuatnya perkara PT Agrotea Bukit Daun kali ini dilakukan oleh Ishak Burmansyah alias Burandam yang melaporkan dugaan kasus sewa menyewa lahan perkebunan oleh Pemkab Rejang Lebong dengan PT Agrotea Bukit Daun.
Diduga ada kucuran anggaran APBD Kabupaten Rajang Lebong yang mengalir pada kegiatan perkebunan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam surat perjanjian kerjasama, dimana Pemkab Rejang Lebong menyiapkan dana awal untuk lapangan sebesar Rp 563.750.000.
“Lahan yang disewakan tersebut diduga hasil klaem Pemkab Rejang Lebong terhadap lahan HGU Perkebunan kopi milik PT Sambada Nabracom yang masa berlakunya belum habis,” ungkap Burandam dikutip dari beritamerdekaonline.com yang tayang pada Januari 2023.
Kata Burandam saat itu, tidak ada satu buktipun yang bisa ditunjukan oleh Pemkab sebagai pemilik lahan seluas 300 Hektar tersebut.
Jelang akhir tahun 2023, tepatnya di bulan oktober, terungkap bahwa pihak Pemkab Rejang lebong belum menarik Penghasilan Asli Daerah (PAD) dari PT Agrotea.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan (Disperkan) Rejang Lebong, Ir H Zulkarnain MT melalui pesan WhatsApp (WA) seperti di kutip dari bencoolentimes.com.
“Sampai saat ini kita belum menarik PAD Agrotea sampai kepemilikan aset kita jelas dulu, dengan adanya sertifikat. Ya, sejak 2021 sampai dengan saat ini kami tidak menarik PAD, karena dasar hukumnya belum jelas,” ungkap Zulkarnain.
Zulkarnain menyebut perusahaan tetap berjalan atau beroperasi seperti biasa meski status kerjasama baru akan dibahas lagi ketika ada kejelasan hak daerah atau setelah ada sertifikat lahan.
“Ya, mereka tetap jalan. Kerjasama dibahas kembali kalau sudah jelas hak kita, dengan sertifikat yang sekarang sedang diproses Bidang Aset Badan Pengelolaan Keuangan Daerah dengan BPN,” terang Zulkarnain lagi.
Menurut keterangan Zulkarnain, HGU Sembada Naprokom habis pada tahun 2014. Sedangkan kerjasama PT Agrotea dengan Pemkab disepakati sejak tahun 2004 hingga 2029 atau selama 25 tahun.
Tahun 2024 PT Agrotea Bukit Daun Kembali Diperiksa Polda Bengkulu
Teranyar, perkara ini kembali bergulir di Polda Bengkulu berdasarkan laporan yang dilayangkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pekat nomor: 21/LSM-Pekat.Bengkulu/IV/2023 tanggal 11 April 2023.
Satu tahun lebih terhitung dari tanggal laporan yang dimasukkan, pihak LSM Pekat terus mendesak agar dilakukan pengusutan dan penindakan terhadap pelaku dugaan mafia tanah yang mengarah korupsi dalam sewa menyewa lahan HGU PT Sambada Nabracom oleh Pemkab Rejang Lebong kepada PT Agrotea Bukit Daun.
Desakan ini sempat diwarnai dengan aksi unjuk rasa di depan Polda Bengkulu pada bulan September 2024 kemarin.
“Soal lamanya penuntasan kasus Kebun Teh, Polda menyebut karena kesalahan administrasi. Lah, justru karena kesalahan administrasi itulah terjadi kerugian negara,” terang Burandam selaku orator aksi usai menerima audiensi pihak Polda Bengkulu, pada Selasa (10/9) lalu.
Burandam menuturkan, negara telah mengalami kerugian besar. Karena selama 17 tahun, Pemerintah Daerah (Pemda) Rejang Lebong hanya menerima uang 600 juta.
Padahal Pemda Rejang Lebong menggelontorkan uang sebanyak Rp1,5 miliar untuk perkebunan tersebut. (Red)