Jakarta – Gubernur Papua, Lukas Enembe diduga pernah melakukan transaksi senilai Rp560 miliar di judi kasino.
Temuan itu terungkap dari analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sebanyak 12 hasil analisis dari PPATK telah diselidiki sejak 2017 dengan beragam variasi kasus.
Di antaranya, setoran tunai dan setoran melalui pihak-pihak lain dengan jumlah mencapai ratusan miliar rupiah.
“Sebagai contoh, salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55.000.000 dolar atau Rp560 miliar,” ujar Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana
Bahkan, lanjut Ivan, dalam periode pendek ada setoran tunai yang dilakukan dengan nilai fantastis, yaitu 5 juta dolar.
Selain itu, PPATK juga menemukan Enembe pernah membeli jam tangan senilai 55 ribu USD dari setoran tunai tersebut.
“PPATK juga mendapatkan informasi dengan bekerja sama dengan negara lain, hasilnya ditemukan ada aktivitas perjudian di dua negara berbeda dan itu juga sudah kami analisis dan sampaikan kepada KPK,” tutur Ivan.
PPATK telah melakukan pembekuan atau penghentian transaksi keuangan terkait kasus Enembe pada 11 penyedia jasa layanan keuangan, seperti asuransi dan bank.
PPATK mencatat, mayoritas transaksi keuangan dilakukan oleh anak Enembe.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe bukanlah rekayasa politik.
“Kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik. (Kasus ini) Tidak ada kaitannya dengan parpol (partai politik) atau pejabat tertentu, tetapi merupakan temuan dan fakta hukum,” ujar Mahfud.
Ia mengingatkan, kasus dugaan korupsi Enembe telah diselidiki oleh Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jauh sebelum mendekati tahun politik 2024 seperti sekarang.
Mahfud telah mengumumkan adanya 10 korupsi besar di Papua pada 19 Mei 2021 lalu, termasuk di dalamnya kasus Enembe.
“Sejak itu, saya mencatat setiap tokoh Papua datang ke sini (Jakarta), baik tokoh pemuda, agama, maupun adat, itu selalu nanya kenapa didiamkan, kapan pemerintah bertindak, kok sudah mengeluarkan daftar 10 tidak ditindak,” cerita Mahfud, dilansir dari antara. (red/danis)