Satujuang- Akhir-akhir ini masyarakat Bengkulu dihebohkan dengan pemberitaan tentang akan hilangnya budaya Festival Tabot jika Helmi Hasan terpilih jadi Gubernur Bengkulu 2024-2029.
Mengulas sedikit tentang Tabot, kebudayaan Festival Tabot merupakan kebudayaan turun temurun yang telah mendarah daging di masyarakat Bengkulu.
Berdasarkan beberapa literatur, upacara Tabot di Bengkulu pertama kalinya dikaitkan dengan Maulana Ichsad pada tahun 1336. Tradisi ini diteruskan oleh Bakar dan Imam Sobari dan kemudian diteruskan oleh Syah Bedan dan anaknya Burhanuddin Imam Senggolo.
Keturunan Imam Senggolo yang mempertahankan dan melanjutkan tradisi Tabot di Bengkulu, diwariskan turun-temurun. Mereka yang mewarisinya disebut dengan masyarakat keluarga Tabot, mereka bertanggungjawab atas penyelenggaraan upacara Tabot.
Di tangan pemerintahan Gubernur Rohidin Mersyah, Festival Tabot berhasil masuk kedalam Karisma Event Nusantara (KEN) Kemenparekraf RI tahun 2024 ini.
Bukan hanya dinikmati masyarakat lokal, acara ini bahkan mengundang para pelancong dari luar daerah bahkan dari luar negeri dan tentunya sangat berpengaruh dengan perekonomian Bengkulu terutama kota Bengkulu sendiri.
Dengan sejarah yang kuat dan dampak ekonomi untuk masyarakat, tentunya isu akan hilangnya kebudayaan ini sangat dikhawatirkan masyarakat Bengkulu.
Memang hal itu belum bisa dipastikan akan terjadi, namun ada 2 fakta yang menguatkan isu tersebut bisa saja benar-benar akan terjadi, yakni:
Selama Menjabat Helmi Hasan Tidak Pernah Hadiri Perayaan Tabot
Selama 2 Periode atau 10 Tahun menjabat sebagai Wali Kota Bngkulu, Helmi Hasan diketahui belum pernah sekalipun terlihat hadir di acara Festival Tabot.
Hal ini dibenarkan oleh Ketua Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) Bengkulu, Achmad Syafril.
“Tidak pernah ada apresiasi, kedatangan atau bahkan keikutsertaan bapak Helmi Hasan dalam perayaan Tabot, ya mungkin karena beliau bukan orang Bengkulu beliaukan orang Lampung jadi mungkin tidak sama budaya mereka dengan budaya kita Bengkulu,” ujar Syafril, Sabtu (5/10/24).
Fakta ini melahirkan pertanyaan di masyarakat, alasan sibuk atau karena hal apa sehingga Helmi Hasan tak pernah hadir.
Karena seyogyanya, jika seorang pemimpin mencintai adat budaya, maka sesibuk apapun dirinya tentunya akan meluangkan waktu untuk hadir ditengah-tengah masyarakat.
Apalagi Festival Tabot dilaksanakan di Kota Bengkulu, ditempat yang dia pimpin sebagai Wali Kota. Serta dipenuhi dan juga diramaikan oleh warga kota Bengkulu sendiri tentunya.
Kehadiran seorang pemimpin ditengah-tengah perayaan budaya milik masyarakat, pasti akan semakin menumbuhkan semangat dan melahirkan rasa kecintaan yang lebih dari masyarakat atas adat budaya tersebut.
Jika untuk hadir ke acara saja dikabarkan tidak pernah, tentunya dukungan berupa fasilitas dan anggaran akan sangat wajar jika dipertanyakan keutamaannya.
Helmi Hasan Ubah Balai Adat Menjadi Kantor Bank
Kota Bengkulu pernah memiliki Balai Adat beberapa waktu yang lalu, namun sekarang sudah tidak ada lagi, karena bangunan tersebut kini telah berubah menjadi kantor Bank.
Dijelaskan oleh mantan Wali Kota Bengkulu, Ahmad Kenedi, seharusnya jika memang mementingkan adat budaya, mestinya pemerintah Kota Bengkulu menghidupkan Balai Adat.
“Awal sejarahnya beli tanah itu memang diperuntukkan untuk adat. Mengapa adat?, supaya tidak lapuk oleh hujan maupun panas. Adat sebagai bagian dari harmonisasi, dan ada perdanya,” papar Bang Ken panggilan akrabnya.
Bang Ken menuturkan bentuk keseriusan pemerintahannya kala itu untuk menjaga adat budaya Bengkulu, dibentuklah Peraturan Daerah (Perda) adat.
“Tugas pemerintahlah seharusnya menjaga dan memeliharanya”, imbuh Bang Ken.
Lebih lanjut kata dia, rencananya Balai Adat itu dibangun untuk menampung berbagai kegiatan adat dan budaya serta kesenian Kota Bengkulu.
Juga akan diperuntukkan sebagai tempat pertemuan masyarakat dan tempat pernikahan, tempat kegiatan para pelajar dan mahasiswa Kota Bengkulu terkait adat dan budaya.
Di lantai bawah direncanakan sebagai tempat sekretariat Balai Musyawarah Adat (BMA) Kota Bengkulu dan Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bengkulu.
Namun pada kenyataannya di era kepemimpinan Helmi Hasan selama 10 tahun memimpin kota Bengkulu. Yang telah direncanakan pemerintah sebelumnya nampaknya tidak sejalan dengan dirinya.
Sehingga apa yang sudah direncanakan atas Balai Adat tersebut tidak dilaksanakan oleh Helmi Hasan yang kala itu suka membawa tongkat kemana-mana.
Hingga berakhir jabatannya sebagai Wali Kota Bengkulu, belum ada gedung pengganti untuk dijadikan balai adat di Kota Bengkulu.
Fakta ke 2 ini tentunya membuat kewajaran jika kekhawatiran tumbuh ditengah masyarakat Bengkulu.
Ditambah lagi fakta lain yang mengatakan bahwa Helmi Hasan sejatinya bukan putra daerah Bengkulu melainkan orang Lampung yang merantau ke Bengkulu. (Red)
Komentar