Bengkulu – Perseteruan antara beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bengkulu sedang menjadi perhatian banyak pihak saat ini.
Perseteruan ini mulai memuncak ketika tersiar kabar rencana aksi unjuk rasa yang akan dilakukan sejumlah LSM di depan kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bengkulu pada Rabu (12/2) kemarin.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut pihak LSM berencana menyuarakan beberapa dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkup Disdikbud Kota Bengkulu, salah satunya fenomena penjualan buku LKS di SD dan SMP kota Bengkulu.
Dengan dalih merasa diintimidasi dan diperas, Kepala Disdikbud, Gunawan nampaknya memilih menempuh jalur hukum untuk melawan.
“Berkaitan dengan itu, saya merasa terganggu. Secara berfikir pribadi bahwa belum ada terjadi sesuatu hal di Disdikbud Kota Bengkulu. Sedangkan untuk tahun 2024 kita sedang ada audit dari BPK dan masih berproses. Jadi kegiatan tahun 2024 belum tau dinyatakan salah atau benar. Nah dalam hal ini kok bisa mengatakan tangkap, periksa, memang kita teroris,” kata Gunawan didampingi Kuasa Hukum Ana Tasia Pase saat konferensi pers di Kantor Disdikbud Kota Bengkulu, Kamis (13/2/25).
Karena alasan itu, Gunawan menyebut, Disdikbud telah berkoordinasi dengan Kuasa Hukum untuk mengkaji dan menelaah tindakan-tindakan yang telah dilakukan oknum LSM guna mengambil langkah hukum.
“Karena pemberitaan-pemberitaan yang telah diterbitkan belum ada pembuktian maupun klarifikasi. Oleh sebab itu kita meminta bantuan Kuasa Hukum untuk mengkaji,” jelas Gunawan.
Perseteruan ini menarik perhatian Ketua LSM Pekat Bengkulu, Ishak Burmansyah.
Ia mengatakan, semua pihak memiliki hak yang sama dalam penegakan hukum. Maka jika ada bukti langsung saja laporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Yang merasa diintimidasi dan diperas oleh LSM, silahkan lapor Polisi begitu juga LSM jika menemukan adanya dugaan penjualan buku LKS oleh oknum guru di sekolah sekolah, juga silahkan lapor ke penegak hukum,” sampai pria yang akrab dipanggil Burandam ini.
Terkait penjualan LKS, Burandam menjelaskan, pemerintah dengan tegas sudah melarang sekolah negeri ataupun swasta mulai dari SD, SMP dan SMA untuk memperjualbelikan LKS kepada siswa.
Seperti dijelaskan dalam pasal 181a PP Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggara Pendidikan serta dijelaskan juga dalam pasal 12a Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020 Tentang Komite Sekolah.
“Larangan tersebut untuk melindungi siswa dan orang tua siswa dari praktek komersil yang tidak etis,” tuturnya.
Lebih lanjut Ishak mengatakan, jika di sekolah masih terdapat penjualan LKS, APH perlu menyelidiki juga penggunaan dan pembelanjaan dana BOS di sekolah tersebut.
Sebab, setiap tahunnya baik dana BOS Reguler, BOS affarmasi dan dana BOS lainnya, pemerintah pusat anggaran juga untuk pengadaan buku di sekolah masing-masing.
“Nah, kalau setiap tahun ada pengadaan buku melalui dana BOS, kenapa siswa masih harus fotocopy buku dan tambah pakai LKS lagi? Masih munculnya penjualan LKS itu, artinya tidak lazim,” jelasnya.
Lebih lanjut Burandam berhadarp, semua LSM dan Ormas yang ada di Provinsi Bengkulu untuk tidak segan-segan melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
Terutama jika masih ditemukan ada Sekolah yang meminta siswa untuk membeli LKS.
“LKS yang dibeli itu pun belum tentu sudah melalui proses uji, apakah layak dipakai atau justru hanya menjadi beban orang tua siswa saja. Lebih lagi takutnya kalau ada unsur mencari keuntungan dari sana,” pungkas Burandam. (Red)