Penulis: Hasibullah Satrawi
Satujuang.com- Selama dua hari kemarin 3 hingga 4 Juli 2023, Israel melakukan operasi militer di Jenin, Tepi Barat.
Operasi militer yang oleh banyak pihak disebut sebagai operasi terbesar Israel dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan 12 orang meninggal dunia, dan ratusan warga Palestina lainnya luka-luka.
Sementara itu, pihak Israel mengklaim operasi yang di Jalankan berhasil mencapai target, yaitu menangkap para teroris dan menemukan bahan-bahan peledak ataupun persenjataan lainnya.
Walaupun keberhasilan operasi ini harus dibayar dengan harga mahal karena ada prajurit Israel yang juga menjadi korban jiwa dalam operasi tersebut (www.aljazeera.net, 07/07).
Seperti biasa, dunia hanya bisa mengecam aksi kebrutalan Israel tanpa aksi nyata di lapangan, khususnya dari kalangan pemerintah secara resmi.
Kalaupun ada pernyataan yang bersifat mengecam, hal itu hanya bersifat sangat terbatas.
Sikap yang lebih tegas justru diperlihatkan oleh komunitas masyarakat sipil, baik di kalangan negara-negara Arab, negara-negara berpenduduk mayoritas muslim atau bahkan masyarakat dunia.
Dalam banyak kesempatan, masyarakat sipil acap turun ke jalan untuk memberikan solidaritas terhadap Palestina dan atau mengecam kebrutalan Israel.
Namun, sekuat apa pun sikap masyarakat sipil dunia, nyatanya tidak memiliki dampak apa pun terhadap Israel.
Alih-alih mendukung upaya kemerdekaan Palestina sebagai bagian dari solusi ideal dan permanen dalam bentuk dua negara yang saling menghormati, Israel justru kerap melakukan kebijakan yang bersifat provokatif seperti kebijakan pembangunan perumahan di wilayah Palestina ataupun kebijakan lain terkait Jerussalem.
Pada tahap tertentu, kebijakan provokatif seakan sengaja digunakan oleh pemerintah Israel untuk menguatkan dukungan di internal negara itu yang belakangan acap diguncang oleh aksi-aksi demo.
Diakui atau tidak, sikap dunia terhadap Palestina jauh berbeda dengan sikap dunia terhadap Ukraina, khususnya negara-negara maju yang selama ini tergabung dalam koalisi ataupun sekutu negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan yang lainnya.
Sebagaimana dimaklumi, dalam persoalan Ukraina, negara-negara besar dunia tak hanya mengecam sikap Rusia yang menyerang Ukraina.
Lebih dari pada itu, negara-negara besar dunia mendukung Ukraina dalam bentuk memberikan bantuan senjata atau bahkan pelatihan militer.
Mungkin salah satu alasan perbedaan sikap dunia dalam kasus Palestina dan Ukraina karena Ukraina dianggap sebagai negara yang sudah merdeka dan berdaulat.
Sementara Palestina sejauh ini masih dianggap sebagai ‘entitas’ yang belum menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat.
Oleh karena itu, membela Ukraina bisa dianggap memiliki pijakan hukum yang lebih kuat, yaitu adanya agresi militer yang dilakukan oleh sebuah negara terhadap negara lain yang merdeka dan berdaulat.
Sementara serangan militer Israel yang sudah berkali-kali terhadap Palestina tidak dianggap sebagai serangan terhadap negara yang merdeka dan berdaulat, terlebih lagi Israel memang kerap mendapatkan serangan dari pihak-pihak Palestina yang acap dicap sebagai teroris oleh Israel maupun negara-negara pendukungnya.
Paling tidak, Israel dianggap memiliki hak untuk membela diri dari serangan yang ada.
Di luar yang telah disampaikan di atas, sangat mungkin ada alasan lain di balik perbedaan sikap negara-negara besar dunia dalam persoalan Ukraina dan Palestina, termasuk alasan kedekatan negara-negara tersebut dengan Israel dan Rusia sebagai pelaku serangan.
Dalam hemat penulis, sejatinya masyarakat dunia memiliki alasan yang lebih kuat (minimal sama-sama kuat) untuk mendukung Palestina sebagaimana dukungan dan bantuan senjata yang diberikan terhadap Ukraina karena yang dilakukan Israel terhadap Palestina lebih buruk jika dibanding yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina.
Rusia melakukan agresi militer yang ditentang oleh masyarakat dunia saat ini. Sementara itu, Israel melakukan penjajahan yang juga ditentang oleh masyarakat dunia.
Penulis menyebut penjajahan lebih buruk dari pada agresi, karena agresi masih menunjukkan adanya ‘kekuatan negara’ di kedua belah pihak, yaitu Ukraina dan Rusia. Walaupun kekuatan kedua negara yang ada bersifat tidak berimbang.
Sementara penjajahan sebaliknya, tidak ada keseimbangan antara kedua belah pihak; Israel sebagai negara dan Palestina yang masih menjadi entitas.
Adalah benar bahwa sebagian negara sudah mengakui Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Bahkan negara Arab dan negara-negara berpenduduk mayoritas Islam sudah mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.
Namun, apalah arti pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan dari negara-negara luar terhadap Palestina bila Israel yang berkonflik justru tidak mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.
Faktanya sampai hari ini, Israel tidak mendukung Palestina memiliki senjata ataupun angkatan bersenjata laiknya sebuah negara merdeka dan berdaulat.
Faktanya sampai hari ini Israel bisa melakukan penegakan hukum secara semena-semena di wilayah Palestina seperti yang terakhir terjadi di Kota Jenin.
Fakta di atas minimal menunjukkan atas dua hal. Pertama, betapa hampir tak ada artinya pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan dari negara luar terhadap Palestina, terutama ketika Israel sebagai pihak yang berkonflik dengan Palestina tidak mengakui kemerdekaan atau kedaulatan Palestina.
Kedua, betapa Israel secara terus- menerus melakukan praktik penjajahan yang sejatinya ditolak oleh sistem kehidupan modern yang dipromosikan oleh negara-negara maju seperti AS, Uni Eropa dan yang lainnya.
Bahkan negara-negara maju acap mengampanyekan demokrasi, negara-bangsa, pluralisme, dan kemanusiaan global.
Sementara negara-negara ini tidak kunjung menegakkan nilai-nilai yang dianut seperti di atas dalam konteks konflik Israel-Palestina.
Justru, tak jarang negara-negara besar membiarkan Israel terus melakukan praktik penjajahan dengan alasan untuk membela diri.
Masyarakat dunia ke depan harus lebih konsisten dengan nilai-nilai keadaban global yang terus mengalami kemajuan seperti tecermin dalam demokrasi, pluralisme, negara-bangsa, kemerdekaan dan tentu saja kemanusiaan.
Negara mana pun yang melakukan pelanggaran terhadap nilai-nilai yang ada harus dilawan bersama-sama. Ukraina harus dibela karena diserang oleh Rusia, sebagaimana Palestina juga harus dibela karena dijajah oleh Israel.
Dunia ke depan harus terus didorong untuk menegakkan keadilan, kemerdekaan dan kedamaian untuk semua. Setop peperangan dan setop penjajahan.(mediaindonesia)
Penulis adalah Pengamat politik Timur Tengah dan dunia Islam
📲 Ingin update berita terbaru dari Satujuang langsung di WhatsApp? Gabung ke channel kami Klik di sini.