Satujuang, Bengkulu- Konflik antara Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno (UINFas) Bengkulu dan Yayasan Permata Bunda memanas.
Gerbang Taman Kanak-Kanak (TK) Permata Bunda digembok oleh pihak kampus pada Senin (19/5), memaksa para murid dan guru belajar di pinggir jalan.
Ketua Yayasan Permata Bunda Dharma Wanita IAIN Bengkulu, Dr Deni Febrini, menyatakan keprihatinan dan keberatan mendalam atas tindakan penggembokan sepihak tersebut.
“Tindakan ini secara langsung menghambat hak anak-anak untuk memperoleh pendidikan yang layak,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa TK Permata Bunda adalah lembaga pendidikan sah yang telah berkontribusi dalam pendidikan anak usia dini selama bertahun-tahun.
Deni juga menyatakan siap menempuh jalur hukum demi melindungi hak anak-anak.
“Kami mengajak semua pihak untuk mengedepankan dialog, bukan tekanan,” ujarnya.
Menurut Deni, konflik ini mencerminkan kegagalan komunikasi antarlembaga yang justru merugikan pihak paling rentan: anak-anak.
“Saat ruang kelas digembok, bukan hanya pintu yang tertutup—tetapi juga kesempatan belajar, bermain, dan tumbuh dengan layak. Kami menyerukan agar semua pihak mengutamakan kepentingan anak-anak,” tambahnya.
Pernyataan UINFas Bengkulu
Menanggapi polemik ini, Sekretaris Dharma Wanita Persatuan (DWP) UINFas Bengkulu, Dr Alimni M.Pd, menjelaskan bahwa TK Permata Bunda awalnya berada di bawah naungan Dharma Wanita STAIN Bengkulu.
Namun, setelah institusi berubah status menjadi UIN, yayasan tersebut telah didaftarkan secara pribadi dan tidak lagi berada dalam pengelolaan DWP UINFas.
“Pihak kampus telah tiga kali melayangkan surat peringatan sejak September 2024, menegaskan bahwa kontrak sewa lahan akan berakhir pada 9 Mei 2025. Hingga tenggat waktu tersebut, yayasan belum juga mengosongkan lokasi,” terang Alimni dikutip dari tintabangsa.com
Sebagai langkah penyelesaian, DWP UINFas mendirikan Yayasan Mutiara Bunda, yang secara resmi berada di bawah pengelolaan kampus.
Yayasan ini akan mengelola pendidikan anak usia dini di lingkungan kampus dengan legalitas yang jelas dan visi baru.
“Kami mengajak semua pihak untuk mematuhi hukum yang berlaku dan tidak memanfaatkan anak-anak sebagai alat tarik-menarik kepentingan,” tutup Alimni.
Konflik ini menjadi sorotan publik karena menyangkut hak anak atas pendidikan, sekaligus membuka perdebatan tentang etika dalam penyelesaian sengketa antarlembaga. (Red)
📲 Ingin update berita terbaru dari