Satujuang- Saksi dalam persidangan merupakan salah satu pembuktian yang dimana kesaksian tersebut merupakan salah satu pertimbangan majelis hakim untuk memutuskan nasib terdakwa di persidangan.
Kesaksian palsu inipun diatur oleh undang-undang dan juga KUHP yang berlaku di Negara ini.
Keterangan kesaksian sendiri merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari kesaksian mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dikutip dari Hukumonline.com, Sesuai Pasal 174 KUHAP, apabila keterangan saksi di bawah sumpah dalam suatu persidangan, diduga/disangka sebagai suatu keterangan yang palsu (tidak benar), maka hakim ketua secara ex officio (karena jabatannya) memperingatkan saksi tersebut untuk memberikan keterangan yang benar dan juga mengingatkan akan adanya sanksi pidana apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.
Dan apabila saksi tetap mempertahankan keterangan palsunya, maka hakim ketua secara ex officio (karena jabatannya), atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa (maupun penasihat hukumnya) dapat memberi perintah agar saksi tersebut ditahan.
Kemudian, panitera pengadilan akan membuat berita acara pemeriksaan sidang yang ditandatangani oleh hakim ketua dan panitera, dan selanjutnya diserahkan kepada penuntut umum untuk dituntut dengan dakwaan sumpah palsu.