Jakarta- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sejumlah gugatan terkait Undang-Undang Cipta Kerja yang diajukan oleh kelompok buruh.
Gugatan ini dilayangkan oleh beberapa serikat buruh seperti FSPMI, KSPSI, KPBI, KSPI, dan Partai Buruh, serta dua pekerja buruh secara individu, Kamis (31/10/24).
Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, turut memimpin massa dalam unjuk rasa untuk mengawal pembacaan putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Dalam putusannya, MK membagi poin-poin putusan ke dalam 12 klaster utama. Beberapa poin penting dari putusan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. UU Ketenagakerjaan Dipisah dari UU Cipta Kerja
MK menginstruksikan agar pemerintah segera membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang berdiri sendiri, terpisah dari UU Cipta Kerja.
Hal ini dilakukan untuk menghindari kebingungan akibat tumpang tindih aturan dan mengurangi ketidakpastian hukum yang merugikan pekerja.
2. Prioritas Tenaga Kerja Lokal
MK mengubah ketentuan terkait tenaga kerja asing (TKA) dengan menegaskan bahwa tenaga kerja Indonesia harus diutamakan.
TKA hanya diizinkan untuk jabatan tertentu, durasi terbatas, dan harus memiliki kompetensi yang sesuai.
3. Aturan Durasi Kontrak Kerja yang Jelas
MK menetapkan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maksimal berlaku lima tahun, termasuk jika ada perpanjangan kontrak, guna melindungi hak pekerja.
4. Pembatasan Outsourcing
MK meminta agar menteri terkait menentukan jenis pekerjaan yang dapat menggunakan sistem outsourcing.
Langkah ini bertujuan agar terdapat kejelasan dan keadilan dalam perjanjian kerja outsourcing.
5. Opsi Libur Dua Hari Seminggu
MK mengembalikan pilihan libur dua hari kerja dalam sepekan, opsi yang sebelumnya dihapus oleh UU Cipta Kerja.
6. Upah Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak
MK memutuskan bahwa ketentuan pengupahan harus memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya, termasuk kebutuhan makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
7. Dewan Pengupahan Diaktifkan Kembali
Dewan pengupahan yang sebelumnya dihapus kini dikembalikan untuk menjaga partisipasi pemerintah daerah dalam penetapan upah minimum.
8. Skala Upah Proporsional
Struktur dan skala upah harus proporsional, dengan mempertimbangkan kontribusi pekerja terhadap ekonomi setempat.
9. Pemberlakuan Kembali Upah Minimum Sektoral
MK mengembalikan ketentuan upah minimum sektoral guna melindungi pekerja dengan risiko dan spesifikasi kerja tertentu.
10. Peran Serikat Pekerja dalam Penetapan Upah
Serikat pekerja kini memiliki peran dalam negosiasi upah di atas upah minimum. MK juga menekankan bahwa struktur upah harus memperhitungkan masa kerja, jabatan, dan kompetensi.
11. PHK Hanya Setelah Putusan Hukum Tetap
Pemutusan hubungan kerja (PHK) hanya dapat dilakukan setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari lembaga penyelesaian perselisihan.
12. Batas Bawah Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
MK menetapkan bahwa ketentuan UPMK harus dihitung berdasarkan nominal batas bawah, dengan tujuan memberikan kepastian hak bagi pekerja yang terkena PHK.
Keputusan ini menandai langkah signifikan dalam penegakan hak-hak pekerja dan menjadi kemenangan penting bagi serikat buruh dalam upaya melindungi kesejahteraan tenaga kerja di Indonesia.(Red/kompas)