Menu

Mode Gelap
7 Sumber Energi Alami untuk Dukungan Aktivitas Harian Hati-Hati Tren Suntik Kecantikan di Rumah, Ternyata Tidak Aman Kasus Dugaan Korupsi DLH, Kejari Karimun Tahan Kadis dan Mantan Kadis Wow, Diduga Rokok Rampasan Negara Beredar Bebas di Karimun Terima Hasil Pleno KPU, Paslon Romer Putuskan Tak Ajukan Perselisihan ke MK Doyan Makan Jengkol? Ini Manfaat dan Efek Sampingnya

Khazanah

Kuburan Bulek Tugu Thomas Parr, Monumen Pahlawan Tak Dikenal

badge-check


Tugu Thomas Parr, masyarakat Bengkulu juga menyebutnya dengan nama Kuburan Bulek Perbesar

Tugu Thomas Parr, masyarakat Bengkulu juga menyebutnya dengan nama Kuburan Bulek

Masyarakat Bengkulu tentunya tidak akan asing lagi dengan bangunan ini, Tugu Thomas Parr, masyarakat Bengkulu juga menyebutnya dengan nama Kuburan Bulek (Kuburan Bulat).

Pada tahun 1964 tugu tersebut juga pernah disebut sebagai Monumen Pahlawan Tak Dikenal.

Tugu ini masih berdiri kokoh dan terpelihara hingga saat ini, berlokasi di subdistrik Kampung Cina di Kota Bengkulu tepatnya di jalan Ahmad Yani, Malabero, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu.

Berjarak sekitar 170 meter dari tenggara Benteng Marlborough, bekas tempat pertahanan bangsa Inggris di Bengkulu.

Pada awalnya tempat tersebut berada di dekat bangunan-bangunan yang dibangun pemerintahan perusahaan Hindia Timur dan dewan pemerintahan Inggris.

Namun, kemudian berubah menjadi tempat komersial, dengan beberapa toko dan sebuah kantor pos yang terletak di dekat tugu tersebut.

Berdasarkan catatan sejarah, selama 140 tahun berada di Bengkulu, orang-orang Inggris banyak yang meninggal dunia.

Kehadiran Inggris ke Bengkulu kala itu karena hubungan perdagangan rempah-rempah dengan Perusahaan Hindia Timur Britania (EIC).

EIC hadir di Bengkulu (bernama Bangkahulu saat itu) atau Bencolen dalam bahasa asing, pada tahun 1685.

Kematian orang-orang Inggris tersebut kebanyakan disebabkan oleh serangan penyakit malaria dan disentri, dan tewas dalam konflik-konflik dengan masyarakat Bengkulu.

Orang-orang Inggris yang meninggal di Bengkulu pada masa itu tercatat sebanyak 709 orang.

Apabila diambil angka rata-rata maka selama 140 tahun 5 orang Inggris yang meninggal setiap tahunnya, dimakamkan di pemakaman Inggris di Jitra, Bengkulu.

Dibuat oleh Inggris pada tahun 1808 untuk mengenang pengalaman pahit bangsa Inggris, karena di tempat itu dikuburnya Thomas Parr bersama seorang asistennya yang terbunuh dalam satu insiden dengan masyarakat Bengkulu pada malam tanggal 27 Desember 1807.

Pembunuhan terhadap Thomas Parr ini disebabkan oleh akumulasi rasa tidak puas masyarakat Bengkulu terhadap aturan yang terapkan oleh Inggris kala itu.

Aturan-aturan Thomas Parr menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat Bengkulu.

Seperti pemberlakuan tanam paksa kopi dan pengubahan yang besar dalam peradilan tanpa persetujuan dan tanpa meminta nasihat dari para kepala adat masyarakat Bengkulu.

Berakhirnya kehadiran Inggris di Bengkulu disebabkan adanya perjanjian antara Raja Inggris dan Raja Belanda, yang ditanda tangani tanggal 17 Maret 1824.

Perjanjian ini oleh pihak Inggris disebut The Anglo-Dutch Treaty of 1824, sedangkan pihak Belanda menyebutnya sebagai Traktat London.

Perjanjian ini mengatur pertukaran kekuasaan Inggris di Bengkulu dengan kekuasaan Belanda di Melaka dan Singapura (Singapura pada masa itu merupakan bagian dari kerajaan Malaka).

Tercatat, ada 5 orang pembesar Bangsa Inggris dan Belanda yang tewas dibunuh rakyat pada masa kedatangan 2 bangsa asing tersebut:

  1. Kapten Hamilton (Inggris),
  2. Residen Parr (Inggris),
  3. Residen Knoerle (Belanda),
  4. Residen Van Amstel (Belanda),
  5. Kontrolir Cartens (Belanda).

Pada masa pemerintah Hindia Belanda, mula mula pada 1838, Bengkulu berbentuk Afdeling Bengkulu dan dibagi menjadi 9 onderafdeling, yaitu:

  1. Mukomuko dengan 5 distrik,
  2. Lais dengan 5 distrik,
  3. Bengkulu,
  4. Sekitar Bengkulu,
  5. Manna dengan 5 distrik,
  6. Kaur dengan 7 distrik,
  7. Krui dengan 13 distrik, dan
  8. Ampat Lawang, termasuk Rejang Musi.

Namun, pada saat itu pemerintah Hindia Belanda belum mengadakan pengamatan penelitian (opname) di Ampat Lawang dan Rejang Musi.

Pada tahun 1878, Bengkulu ditingkatkan menjadi Residensi Bengkulu oleh Hindia Belanda.

Hubungan antara rakyat dengan orang-orang asing (Barat) sering kali tidak harmonis, bahkan menjadi buruk karena perilaku yang semena-mena kepada rakyat.

Sehingga terjadi pembunuhan terhadap pejabat pemerintah Hindia Belanda. Banyak pula pasirah-pasirah di Bengkulu yang dibuang oleh pemerintah Hindia Belanda.

Sistem pemerintah Hindia Belanda kala itu ​bercorak pembagian teritorial sentralisasi dengan pimpinan pegawai negeri.

Tentu hal ini tidak sepenuhnya cocok dengan susunan adat di Bengkulu.

Pemerintah Hindia Belanda mengawali dengan mengangkat “Penghulu kepala” yang bertugas untuk mengatur herendiensten, dan menjalankan tanam paksa kopi.

Penghulu kepala digaji Pemerintah.

Rakyat menyebutnya Penghulu Rodi atau Mandor Besar di kebanyakan tempat rakyat menganggap Penghulu Kepala ini sebagai institut asing yang tidak disukai.

Juga di Bengkulu ada sementara kepala penduduk yang diangkat menjadi pegawai Pemerintah dengan tugas yang sama dengan Penghulu Pertama tadi.

Berbeda dengan jaman Inggris, maka pada jaman Belanda pemerintah langsung menjalankan pemerintahannya hingga terasa di daerah-daerah.

Hal ini ada hubungannya dengan keadaan jaman, karena pada abad ke-19 pemerintah penjajahan sudah merupakan negara jajahan Hindia Belanda.

Belanda sudah tidak lagi merupakan Persatuan Perusahaan Hindia Timur atau dalam bahasa Belanda yaitu Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) seperti sebelumnya.

Pada jaman ini (sekitar 1828), sebutan patih (Depati) dihapus dan diganti dengan gelar Pangeran, yang ​merupakan primus enterprise dari pasirah.

Pemerintah Hindia Belanda mengangkat seorang mantri dan juru tulis untuk mendampingi pangeran.

Sebagai atribut, pangeran diberi kopiah bersulam benang emas, sedangkan Pasirah tongkatnya berkepala perak.

Daerah Pasirah dinamakan Marga. Tiap marga diwajibkan mengatur dan membuat jalan, karena itu pada abad ke-19, di Bengkulu dikenal tiga macam pekerja kuli yaitu :

  1. Kuli staat atau Herendienst, dimana pekerja-pekerja itu diharuskan membuat jalan raya, misalnya antara Bengkulu – Manna,
  2. Kuli Marga, diharuskan mengerjakan jalan marga,
  3. Kuli anak ayam, biasanya terdiri dari orang-orang di atas umur 45 tahun, dan hanya dikerjakan pada hal-hal yang bersifat darurat.

Sesudah dibentuk sistem onderafdeling, maka jabatan pangeran dihapus, dan hanya dikenal jabatan Pasirah.

Pasirah yang cakap dapat sebutan Pangeran, tetapi tidak mempunyai dasar hukum.

Susunan pejabat pemerintah daerah di Bengkulu adalah sebagai berikut:

  1. Kontrolir ( Belanda, dibantu oleh Demang, Klerek dan Juru tulis masing-masing seorang dan berbangsa Indonesia),
  2. Pasirah,
  3. Depati,
  4. Depati Mangku,
  5. Penggawo.

Kemudian pangkat Mantri pun dihapus dan diganti dengan asisten Demang yang memimpin suatu onderdistrik. (OllyBenkoelen dan berbagai sumber lainnya)

Trending di Khazanah