Satujuang- Januari lalu mencatat rekor sebagai bulan terpanas sepanjang sejarah, menyusul tahun 2023 yang ditetapkan sebagai tahun paling hangat.
Dilansir dari Republika, Ilmuwan melaporkan bahwa suhu udara global selama satu tahun terakhir naik sekitar 1,52 derajat Celsius lebih tinggi daripada rata-rata pra-industri dari 1850 hingga 1900.
Lebih dari 190 negara, yang termasuk dalam Kesepakatan Paris 2015, berkomitmen untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius dari masa pra-industri, dengan upaya tambahan untuk mempertahankan kenaikan suhu di 1,5 derajat Celsius.
Namun, Januari ini tidak hanya menjadi yang terpanas sejak pencatatan dimulai, melainkan juga menandai 12 bulan berturut-turut dengan suhu lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas rata-rata pra-industri.

Badan Perubahan Iklim Copernicus dari Uni Eropa (CCCS) menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan kenaikan suhu dunia adalah dengan mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca.
Suhu rata-rata permukaan air laut juga mencapai kenaikan signifikan, 0,7 derajat Celsius lebih tinggi daripada rata-rata periode 1991-2020 dan 1,66 derajat Celsius lebih hangat dibandingkan masa 1850-1900.
Penyebab utama kenaikan suhu tersebut termasuk naiknya suhu udara di timur Kanada, bagian barat laut Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tengah.
Meskipun ada variasi suhu di beberapa wilayah, delapan bulan terakhir secara konsisten mencatat sebagai bulan-bulan terpanas dalam sejarah.
Sementara negara-negara Nordik mengalami suhu udara di bawah rata-rata 1991-2020, bagian selatan Eropa justru mengalami suhu di atas rata-rata.
Kota Kvikkjokk, Swedia, bahkan mencatat suhu udara terdingin dalam 25 tahun terakhir dengan mencapai -43,6 derajat Celsius pada 3 Januari.
Meskipun El Nino di Pasifik mulai melemah, suhu udara laut secara keseluruhan tetap tinggi.
Luas es laut Arktik mendekati rata-rata tertinggi sejak 2009, sementara luas es laut Antartika bulan lalu berada 18 persen di bawah rata-rata.(NT)