Jakarta- Belakangan ini, media sosial diramaikan dengan kemunculan istilah-istilah seperti tobrut, aura magrib, dan pulen yang digunakan untuk mendeskripsikan tubuh perempuan.
Istilah-istilah ini, yang awalnya tampak biasa saja, ternyata berisi sindiran bernada mengejek.
Ironisnya, istilah tersebut semakin populer di kalangan netizen, sering kali menjadi alat untuk body shaming atau mempermalukan tubuh seseorang.
Musisi Bernadya Ribka menjadi salah satu korban. Ia menerima komentar bernada merendahkan dengan sebutan tobrut—singkatan dari toket brutal—yang merujuk pada ukuran payudaranya.
Bernadya menyebut komentar ini keterlaluan dan berbicara secara terbuka tentang ketidaknyamanannya.
Kasus lain melibatkan penyanyi Naura Ayu dan selebriti Fuji An, yang diejek dengan istilah aura magrib, menggambarkan warna kulit gelap mereka dengan cara merendahkan.
Baru-baru ini, istilah pulen, yang seharusnya menggambarkan tekstur makanan, digunakan untuk menilai bentuk tubuh perempuan, dengan Bernadya kembali menjadi sasaran.
Komentar-komentar ini adalah bentuk nyata body shaming, yang didefinisikan sebagai tindakan mengejek bentuk, ukuran, atau penampilan tubuh seseorang.
Meski sering dianggap sepele, dampaknya serius, baik pada kesehatan fisik maupun mental korban.
Dampak Buruk Body Shaming terhadap Korban
Body shaming dapat memicu gangguan makan seperti anoreksia, bulimia, dan binge eating.
Ketika seseorang merasa tertekan akibat komentar negatif, ia mungkin mencoba mengubah tubuhnya secara ekstrem, seperti menjalani diet ketat, olahraga berlebihan, atau mengonsumsi obat tertentu.
Langkah-langkah ini dapat menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi dan membahayakan kesehatan fisik secara keseluruhan.
Tidak hanya itu, dampaknya juga terasa pada kesehatan mental. Body shaming dapat memicu kecemasan, depresi, hingga rasa malu yang berlebihan.
Komentar bernada negatif sering kali membuat korban merasa tidak berharga, kehilangan kepercayaan diri, dan menarik diri dari lingkungan sosial, yang pada akhirnya menimbulkan rasa kesepian dan isolasi.
Selain itu, penghinaan terhadap tubuh sering kali menghancurkan citra diri seseorang.
Ketidakpuasan terhadap tubuh sendiri, yang muncul akibat pandangan negatif dari orang lain, dapat membuat korban terjebak dalam siklus kritik diri yang merusak.
Ini memperburuk rasa rendah diri dan meningkatkan risiko gangguan psikologis yang lebih serius.
Body shaming bukanlah hal sepele. Istilah-istilah yang terkesan ringan seperti tobrut, aura magrib, atau pulen memiliki dampak besar pada korban.
Perilaku ini tidak hanya merusak fisik dan mental, tetapi juga mengikis rasa percaya diri seseorang.
Penting bagi kita untuk lebih bijak menggunakan kata-kata, baik di media sosial maupun kehidupan nyata, serta menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai keragaman bentuk tubuh.(Red/kumparan)
📲 Ingin update berita terbaru dari