Jakarta- Jengkol adalah makanan yang populer di Indonesia meski memiliki bau tajam yang kurang sedap.
Biasanya, jengkol diolah menjadi semur, balado, sambal, atau lalapan. Selain rasanya yang khas, jengkol juga dikenal karena manfaat kesehatannya.
Mengandung nutrisi seperti protein, serat, kalsium, fosfor, asam jengkolat, natrium, vitamin C, A, dan B, jengkol dapat membantu mencegah anemia, sembelit, serta membantu mengontrol kadar gula darah.
Kandungan seratnya juga baik untuk melancarkan pencernaan, sementara antioksidan seperti polifenol, terpenoid, dan alkaloid dapat menangkal radikal bebas, mengurangi risiko penyakit jantung, diabetes, dan bahkan kanker.
Namun, konsumsi jengkol secara berlebihan dapat menimbulkan efek samping. Bau mulut dan bau pesing pada urin adalah efek yang paling umum.
Selain itu, beberapa orang dapat mengalami kesulitan buang air kecil akibat kandungan asam dalam jengkol, terutama asam jengkolat.
Kondisi ini dikenal sebagai jengkolan, yang dapat memicu pembentukan batu ginjal.
Kelompok yang Harus Membatasi Konsumsi Jengkol
1. Penderita Penyakit Ginjal
Orang dengan masalah ginjal dianjurkan membatasi konsumsi jengkol. Kandungan asam jengkolat yang tinggi dapat menyebabkan jengkolan dan berpotensi membentuk batu oksalat atau batu ginjal. Konsultasi dengan dokter sangat dianjurkan sebelum mengonsumsinya.
2. Penderita Asam Urat
Meski tidak selalu signifikan, kandungan purin dalam jengkol dapat diubah menjadi asam urat dalam tubuh.
Hal ini dapat memicu masalah bagi penderita asam urat, sehingga disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
3. Ibu Hamil
Ibu hamil juga sebaiknya menghindari konsumsi jengkol berlebihan. Penumpukan asam jengkolat dapat membentuk kristal tajam yang berisiko merobek dinding saluran kemih. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri, pendarahan, bahkan gagal ginjal.
Meskipun jengkol menawarkan berbagai manfaat kesehatan, konsumsinya harus tetap bijak.
Bagi individu dengan kondisi tertentu, berkonsultasi dengan ahli medis adalah langkah yang tepat untuk menghindari risiko kesehatan.(Red/kompas)