Satujuang- Hakim di Indonesia melaksanakan aksi cuti massal dari 7 hingga 11 Oktober 2024 sebagai protes terhadap rendahnya kesejahteraan mereka, terutama terkait penggajian.
Aksi ini berdampak pada penundaan sejumlah persidangan, termasuk di Pengadilan Negeri Jakarta. Hanya sidang perkara yang masa tahanannya mendekati akhir yang tetap dilaksanakan.
Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI), Fauzan Arrasyid, menjelaskan bahwa gaji dan tunjangan hakim belum mengalami kenaikan sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 diundangkan.
Saat ini, gaji pokok hakim berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 4 juta, dengan tunjangan bervariasi dari Rp 8,5 juta hingga Rp 24 juta.
Namun, analisis SHI menunjukkan bahwa seharusnya tunjangan hakim minimal mencapai Rp 20,57 juta, dan bagi hakim utama hingga Rp 58 juta, berdasarkan rata-rata inflasi yang mencapai 4,1 persen per tahun.
Para hakim menuntut pemerintah untuk merevisi PP tersebut dan menyesuaikannya dengan putusan Mahkamah Agung yang menegaskan bahwa gaji hakim tidak seharusnya disamakan dengan gaji pegawai negeri sipil.
Hakim dianggap sebagai pejabat negara yang memiliki peran penting dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia.
Dalam aksi cuti massal ini, SHI dan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) juga dijadwalkan mengadakan audiensi dengan pimpinan Mahkamah Agung dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Mereka akan membahas tiga tuntutan utama: pengesahan RUU Jabatan Hakim, perlindungan hakim dari penghinaan pengadilan, serta penerbitan peraturan mengenai jaminan keamanan bagi hakim.