Mantan Anggota WALHI Bongkar PROPER Merah PT Injatama Yang Ditambang PT SJP Saat ini

Editor: Raghmad

Bengkulu – Perusahaan tambang PT Injatama yang telah lama beraktivitas bebas di Bengkulu ternyata sudah memiliki PROPER merah dari dulu sejak tahun 2017 hingga 2022.

Hal ini diungkapkan oleh mantan aktivis WALHI Bengkulu, M Frengki Wijaya, yang sempat menjabat sebagai Manager Analisis Kebijakan Hukum dan Publik WALHI ditahun 2021.

“Mulai dari membuang batubara dari kapal tongkang ke laut di sekitar pantai desa Pasar Ketahun hingga mengeruk jalan negara sepanjang +-3km untuk dijadikan lokasi tambang,” beber Frengky, Jumat (27/12/24).

Lanjut Frengky, PTInjatama juga telah banyak melakukan pelanggaran ain, diantaranya tidak adanya pengendalian Pencemaran limbah, Pemeliharan Sumber air, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengelolaan limbah B3, non B3, B3, Pengendalian Kerusakan Lahan dan Pengelolaan Sampah.

Banyaknya masalah tersebut membuat PTInjatama mengantongi PROPER merah sejak tahun 2017-2021, mengartikan perusahaan tersebut tidak patuh dengan regulasi perundang-undangan yang berlaku.

“Sumber kami mengatakan sejak masuk, PTInjatama bahkan tidak pernah melakukan sosialisasi terhadap dampak lingkungan yang di akibatkan oleh aktivitas pertambangan mereka kepada masyarakat,” ungkap Frengky.

Lanjut Frenky, bebasnya aktivitas pertambangan meski mendapatkan PROPER merah telah menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan pemerintah tidak bisa dijadikan sebagai alat untuk mendorong perusahaan tidak merusak lingkungan.

Selain itu, baik kementerian maupun Provinsi Bengkulu terkesan melakukan pembiaran aktivitas pertambangan yang tidak sesuai dengan regulasi perundangan-undangan yang berlaku terjadi di Bengkulu.

“Padahal sudah sangat jelas perusahaan tersebut merusak dan menghancurkan ruang-ruang penghidupan masyarakat di sekitaran aktivitas pertambangan,” tegasnya.

Hal itu, kata Frengky, bisa dilihat dari saluran irigasi juga dialihkan perusahaan tambang dengan cara ganti rugi.

Dampak pengalihan irigasi itu, sekitar 40 hektar sawah kekeringan dan saat ini hanya menyisakan 15 hektar sawah dalam kondisi baik.

Namun pada tahun ini sawah tersebut tidak bisa di garap atau di kelola karena sumber air yang dulunya menjadi saluran irigasi telah di alih fungsikan oleh perusahaan.

“Ditambah lagi saat ini dikabarkan anak ada anak sungai yang dibelokkan demi mengeruk batubara disana, bayangkan bagaimana nanti dampaknya untuk masayarakat disana. Dimana pemerintah?,” pungkasnya. (Red)

📲 Ingin update berita terbaru dari Satujuang langsung di WhatsApp? Gabung ke channel kami Klik di sini.

Apa Tanggapanmu?

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *