Satujuang, Jakarta – Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi pembukaan Selasa (18/3/25) setelah indeks tersebut turun tajam sebesar 5% pada pukul 11.19 WIB.
Langkah trading halt ini merupakan yang pertama terjadi sejak pandemi Covid-19 melanda pada Maret 2020 lalu.
Para analis menilai penurunan drastis tersebut merupakan cerminan melemahnya kondisi ekonomi nasional yang kian mengikis kepercayaan investor.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengungkapkan bahwa sejumlah faktor mendasar turut memicu penurunan IHSG.
“Pertama, hasil APBN Februari 2025 yang mengecewakan, ditandai defisit mencapai Rp 31,2 triliun, berbeda jauh dengan surplus Rp 22,8 triliun pada periode yang sama tahun lalu,” ungkap Wijayanto, Selasa (18/3).
“Penurunan pendapatan negara yang hanya mencapai Rp 316,9 triliun, serta penurunan belanja menjadi Rp 348,1 triliun, jelas menekan kondisi fiskal,” ucapnya.
“Selain isu fiskal, kebijakan ekonomi yang dinilai tidak realistis dan kurang didasari teknokrasi, serta serangkaian kasus korupsi besar, turut memicu kekhawatiran para investor,” tambahnya.
Isu Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang tengah hangat diperbincangkan juga diprediksi dapat memicu gejolak politik di masa mendatang.
“Tak hanya itu, kekhawatiran mengenai potensi penurunan credit rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat seperti Fitch, Moody’s, dan S&P semakin mengganggu sentimen pasar,” pungkas Wijayanto.
Sementara itu, Maximilianus Nicodemus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, menyoroti tekanan dari faktor eksternal.
Ketegangan geopolitik, kebijakan tarif dagang Uni Eropa, dan ketidakpastian resesi di Amerika Serikat turut membayangi pergerakan IHSG.
Kondisi ini mendorong para pelaku pasar untuk mengalihkan investasinya ke instrumen yang dianggap lebih aman, seperti obligasi, guna mengantisipasi risiko fiskal yang kian meningkat.