Penulis: Nur Khafi Udin
Satujuang.com– Meja Hijau sering digunakan sebagai bahasa komunikasi ketika seseorang memilih menyelesaikan suatu pertikaian dengan jalur pengadilan.
Namun fakta di lapangan cukup berbeda, terkadang penyelesaian sengketa atau pertikaian sudah mandek di pihak kepolisian sebelum sampai di pengadilan jika kasus itu melibatkan rakyat miskin.
Lain cerita ketika suatu kasus melibatkan keluarga kaya, pejabat negara atau anak orang berpengaruh, penyelesaian kasusnya terlihat mulus, bahkan mendapat banyak dukungan.
Lebih parah lagi jika rakyat miskin terlibat kasus dengan pejabat atau keluarga orang berpengaruh, bisa-bisa rakyat miskin tersebut menjadi orang bersalah meskipun dia tidak bersalah.
Seperti yang terjadi pada kasus penganiayaan mahasiswa bernama Ken Admiral oleh anak AKBP Achiruddin Hasibuan bernama Aditya Gunawan.
Miris memang, karena penganiayaan tersebut dilihat oleh AKBP Achiruddin sendiri. Kasus ini sudah dilaporkan ke polisi sejak Desember 2022 lalu, namun penanganan kasus ini lambat.
Pada 2021 lalu juga pernah terjadi kasus mahasiswi bunuh diri asal Mojokerto, kasus ini melibatkan anggota polisi bernama Bripda Randy.
Kemudian ada kasus Ferdy Sambo dengan kemasan polisi tembak polisi yang belum hilang dari ingatan kita.
Tiga contoh kasus ini menunjukkan, tidak semua persoalan selalu mulus ketika dibawa ke meja hijau. Tidak semua masyarakat mendapat keadilan ketika membawa kasus ke meja hijau.
Bahkan, penanganan tiga kasus tersebut sangat lambat, dan baru berubah menjadi serba cepat setelah viral di media sosial.