Jakarta- Pembagian warisan dalam Islam diatur secara rinci dalam Al-Qur’an dan hadis, yang menekankan pentingnya mengikuti aturan agar tidak timbul perselisihan di antara ahli waris.
Menurut buku Hukum Kewarisan Islam oleh Amir Syarifuddin, tidak mengikuti aturan pembagian waris dapat memicu konflik.
Rasulullah SAW dalam hadisnya menyatakan: “Pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada manusia, karena faraid adalah setengah ilmu dan merupakan ilmu yang pertama kali akan hilang dari umatku” (HR Ibnu Majah).
Namun, bolehkah warisan dibagi ketika pewaris masih hidup? Menurut Hukum Waris dalam Islam karya Tinuk Dwi Cahyani, pembagian warisan saat pewaris masih hidup tidak dapat disebut sebagai warisan.
Warisan baru dapat dibagikan jika pewaris telah meninggal dunia, karena kematian pewaris merupakan salah satu syarat sah pembagian waris.
Harta yang dibagikan saat pewaris masih hidup dianggap sebagai hibah atau pemberian, bukan warisan.
Pendapat ini sejalan dengan pandangan hukum perdata Indonesia. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Pasal 830 menyatakan bahwa pembagian warisan hanya dapat dilakukan setelah pewaris meninggal.
Ketentuan ini selaras dengan ajaran Islam yang juga menegaskan bahwa warisan diberikan kepada ahli waris setelah pewaris wafat.
Dalam Islam, pembagian warisan juga diatur secara spesifik dalam Surah An-Nisa’ ayat 11, yang menetapkan bagian masing-masing ahli waris sebagai berikut:
1. Setengah (1/2): Diberikan kepada suami, anak perempuan tunggal, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan sebapak.