Sengketa Hak Guna Usaha (HGU) di Bengkulu seperti benang kusut yang tak pernah terurai.
Dari utara hingga selatan provinsi ini, konflik agraria terus bergulir, merugikan masyarakat lokal, sementara perusahaan perkebunan tetap leluasa beroperasi.
Padahal aturan jelas, perusahaan perkebunan wajib mengantongi HGU sebelum mengelola lahan. Tanpa HGU, kegiatan usaha mereka tidak sah secara hukum.
Tetapi kenyataannya, banyak perusahaan sawit di Bengkulu tetap menanam dan memanen hasil bertahun-tahun dengan alasan HGU masih “dalam proses”.
Daftar Perusahaan Yang HGU Sempat Dikabarkan Bermasalah di Bengkulu:
- PT Daria Dharma Pratama (DDP) / PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) – Mukomuko.
Konflik panjang dengan masyarakat Malin Deman; sebagian lahan HGU diklaim garapan rakyat. - PT Purnawira Dharma Upaya (PDU) – Bengkulu Utara.
Perpanjangan HGU dipersoalkan; masyarakat meminta redistribusi sebagian lahan. - PT Agricinal – Bengkulu Utara.
Diprotes karena diduga tidak bisa menunjukkan dokumen HGU sah saat masyarakat menuntut transparansi. - PT Agro Bengkulu Selatan (ABS) – Bengkulu Selatan.
Diduga beroperasi tanpa HGU, menjadi sorotan media lokal. - PT Riau Agrindo Agung (RAA) – Bengkulu Tengah.
Tercatat beroperasi hingga 17 tahun hanya dengan izin usaha perkebunan (IUP), tanpa HGU. - PT Sandabi Indah Lestari (SIL) – Seluma.
Perpanjangan HGU ditolak warga, konflik lahan masih berlanjut. - PT Putra Marko Berkat Abadi – Bengkulu Utara.
Masuk daftar HGU terindikasi terlantar, diminta dicabut.
Daftar ini bukan satu-satunya.
Ombudsman pernah merekomendasikan pemerintah untuk segera menindaklanjuti puluhan HGU bermasalah di Bengkulu, tetapi hingga kini penyelesaian masih jalan di tempat.
Negara Absen, Rakyat Dirugikan
Kementerian ATR/BPN sejatinya punya kewenangan penuh untuk menerbitkan, memperpanjang, hingga mencabut HGU. Pemerintah daerah juga memegang peran penting lewat izin usaha perkebunan.
Namun lemahnya pengawasan, minimnya transparansi dokumen, serta kuatnya kepentingan politik-ekonomi membuat kasus ini berlarut-larut.
Hearing DPRD hanya jadi formalitas, mediasi tak berbuah hasil, sementara masyarakat terus kehilangan ruang hidup.
Reforma agraria yang digembar-gemborkan pun berjalan lambat.
Konflik HGU di Bengkulu bukan sekadar sengketa tanah, melainkan cermin absennya negara.
Di satu sisi, rakyat menjerit kehilangan lahan, di sisi lain perusahaan sawit terus mengeruk keuntungan.
Selama regulasi dibiarkan longgar dan aparat tak tegas, jangan harap konflik ini berakhir.
Yang ada, ketidakadilan makin menganga, meninggalkan luka sosial yang sulit sembuh.
Redaksi
Tag:
Dapatkan berita pilihan kami langsung di handphone-mu! Follow akun sosial media Satujuang.com di:
👉 WhatsApp Channel:
https://whatsapp.com/channel/0029VavO9DU0lwgyedNGq30R
👉 Facebook:
facebook.com/RedaksiSatuJuang
👉 Instagram:
@satujuangdotcom
👉 TikTok:
@satujuang.vt