Satujuang- Kebijakan pemerintah yang menarik ulur perizinan tambang pasir laut berdampak buruk bagi pengusaha lokal, khususnya di Kepulauan Riau dan Karimun.
Dalam aturan terbaru, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 mengenai pengelolaan sedimen, pasir laut tidak lagi menjadi komuditas tambang yang bisa di explorasi.
Akhirnya, perusahaan lokal yang sejak tahun 2022 telah mengantongi IUP serta RKAB tambang hanya bisa meratapi nasib.
Peraturan Pemerintah yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2023 lalu, semakin memperburuk keadaan para pengusaha lokal, ditambah lagi Kementerian KKP yang mengatur teknis jenis sendimen yang bisa ditambang.
Tidak hanya disitu saja, pemerintah pusat seakan belum cukup mengkebiri pengusaha lokal, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 makin mempersulit pengusaha dalam menjalankan bisnis pertambangan pasir laut.
H Nardi, pengusaha tambang pasir laut di Kabupaten Karimun merasa kesal serta dirugikan atas regulasi yang tidak konsisten itu.
Bukan tanpa alasan, guna ikut mensejahterakan masyarakat pesisir, dirinya telah mengeluarkan uang hingga miliaran rupiah hanya untuk melengkapi perizinan perusahaan miliknya.
“Padahal untuk membuat izin IUP Operasi Produksi pertambangan di laut luar biasa sulitnya,” ujar Nardi, Senin (30/9/24).
Saat mendirikan PT.Cipta Hamparan Karimun (PT.CHK) dirinya mengaku telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi pada 2020.
Selain itu, salah satu dukumen penting yakni Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada 2021 hingga 2024 sebanyak 18 juta merter kubik per tahun dan ada kandungan cadangannya sebanyak 115 juta meter kubik telah lengkap, namun dengan adanya perubahan kebijakan dari pemerintah pusat, semua domumen yang telah dimiliki untuk tambang pasir laut itu tidak berguna lagi karena terganjal aturan KKP tahun 2021.