Satujuang- Penegakan hukum rusaknya bangunan wisata kota tuo yang heboh diberitakan tahun 2023 lalu kini mendadak ada pembangunan di lokasi tersebut.
Pembangunan yang terjadi di lokasi tersebut menimbulkan pertanyaan di publik. Bagaimana bisa lokasi yang belum selesai perkara hukumnya boleh dilakukan pembangunan?.
Opini liar tentang akan hilangnya barang bukti perkara pun berhembus kencang di beberapa kalangan aktivis Bengkulu.
Salah satunya dari ketua Front Pembela Rakyat (FPR) Rustam Ependi SH, yang merasa aneh dengan adanya pekerjaan pembangunan di lokasi tersebut.
“Proses penegakan hukum rusaknya bangunan Kota Tuo yang kemaren digembar gemborkan mana?,” tanya Rustam, Senin (2/9/24).
Rustam mengatakan, dengan adanya pekerjaan pembangunan di lokasi Kota Tuo saat ini yang diketahui dilaksanakan oleh pihak Kementerian PUPR Cipta Karya, beresiko akan menghilangkan barang bukti perkara sebelumnya.
Pembangunan kali ini dilaksanakan oleh CV.Gemilang Sentosa dengan besar anggaran dari APBN sebesar Rp6 Milliar lebih.
“Nama kegiatan pekerjaannya Optimalisasi Peningkatan Kualitas Pemukiman Kumuh Sungai Bengkulu Kota Bengkulu, gak bahaya?,” sindir Rustam.
Seperti diketahui pihak FPR mempunyai atensi khusus terhadap banguna Kota Tuo ini. Dari awal pembangunan sudah menjadi perhatian pihak mereka.
Jauh Sebelum ambruk diawal tahun 2023 lalu, pihak FPR sudah melihat beberapa keanehan pada bangunan yang menghabiskan milliaran uang negara tersebut.
“Pemasangan sheet pile diduga tidak dapat bertahan sesuai yang diharapkan. Sebab, kondisi tiang pancang tersebut kalau tidak salah lihat sedikit miring ke arah sungai Bengkulu,” kata Rustam pada Januari 2023 silam.
Proyek Kota Tuo diduga mengalami Total lose (gagal perencanaan) sehingga merugikan keuangan negara hingga milliaran rupiah.
Perkara ini juga sempat masuk dalam 14 tuntutan yang diorasikan FPR dalam aksi unjuk rasa di depan kantor Kejati Bengkulu pada bulan November 2023.
Mereka mendesak pihak Kejaksaan untuk mengambil alih perkara ambruknya tempat wisata Kota Tuo milik Pemkot Bengkulu, seperti bunyi point ke 12 dari 14 tuntutan yang diorasikan pihak FPR saat itu.
Senada dengan FPR, Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) melalui anggotanya, Dedy Koboy, juga mendesak APH untuk menuntaskan perkara ambruknya bangunan wisata Kota Tuo tersebut.
“Apabila permasalahan proyek Kota Tua ini tidak terselesaikan di Provinsi Bengkulu ini, maka kita akan melaporkan hal ini ke Kejagung,” tegas Dedy dalam pernyataannya pada Maret 2024 lalu.
Pernyataan tegas rusaknya bangunan Kota Tuo ini juga sempat dilontarkan oleh pihak Ormas OMBB, yang senada meminta APH serius bekerja.
Saat ini, kabarnya perkara ini akan kembali disuarakan dalam aksi unjuk rasa Organisasi Masyarakat (Ormas) PEKAT, yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Lemahnya penegakan hukum atas perkara ini, semakin membuat banyak pihak merasa miris. Diprediksi akan terus melahirkan protes dari pihak-pihak lain jika perkara ini tidak diselesaikan pihak Polresta Bengkulu.
Seperti diketahui, pihak Polresta Bengkulu membidik perkara rusaknya bangunan ini sejak Maret 2023 lalu, namun sayangnya hingga detik ini tidak ada perkembangan dari perkara tersebut.
Meski sudah berganti jabatan Kapolresta dengan pejabat yang baru, ternyata perkara ini tak kunjung ada titik terangnya.
Banyak pihak menilai nama baik dan integritas Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menegakkan hukum di Bengkulu sedang diuji, mampu atau tidak?. (Red)