Satujuang- Para petani di Provinsi Bengkulu terpaksa jual sawah dan ladang mereka untuk biaya pendidikan anak–anak mereka, sebagai dampak gejolak ekonomi dan perubahan sosial yang melanda.
Mengakibatkan para petani kesulitan untuk mempertahankan mata pencarian tradisional mereka.
“Salah satu isu utama yang dihadapi petani adalah alih fungsi lahan yang semakin marak, dengan lahan pertanian beralih ke tangan non-petani untuk kepentingan investasi, seperti pembangunan perumahan atau pemukiman,” ungkap Ketua DPD HKTI Provinsi Bengkulu, Moh Gustiadi.
Fenomena ini memunculkan tekanan besar terhadap ruang pertanian sehingga memaksa para petani untuk mencari sumber penghasilan alternatif.
Gustiadi menyebut, banyak petani padi merasa terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan ketidakpastian ekonomi.
“Profesi sebagai petani padi tidak menjamin kehidupan yang sejahtera, terutama dengan fluktuasi harga gabah yang tidak stabil,” imbuhnya.
Pada saat menjelang panen raya, harga gabah cenderung anjlok, meninggalkan petani dalam keadaan prihatin.
Gustiadi menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam mendukung petani, baik melalui kebijakan harga yang menguntungkan maupun perlindungan terhadap kepemilikan lahan pertanian.
“Tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah, akan terjadi penurunan minat generasi muda untuk menjadi petani dan peningkatan jumlah petani yang beralih profesi,” pungkasnya.(NT/Adv)