Satujuang- Pegiat antikorupsi di KEPRI meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengambil alih kasus dugaan pemalsuan Certificate of Analysis (COA) Batubara terbitan Lab PTSurveyor Indonesia (PTSI) yang saat ini ditangani Ditreskrimum Polda Riau.
“Menurut kami, kasus itu tidak hanya sekedar kasus pemalsuan biasa, ini ada unsur suap atas jabatan Dua oknum pejabat SI sehingga berani melakukan pemalsuan COA atas permintaan penyuplai batubara,” ujar pegiat antikorupsi KEPRI, M Hafids (43) di Batam Centre, Kamis (3/10/24).
Dalam kasus pemalsuan COA ini, pihak perusahaan pengguna batubara, yakni PTSari Dumai Sejati (PTSDS) mengalami kerugian berupa kerusakan pada mesin Boiler Batubara yang dari audit internal perusahaan kandungan kalori serta jenis lainnya tidak sesuai dengan kontrak pembelian dengan PTTRS selaku suplayer batubara.
“PTSI adalah perusahaan BUMM yang dipercaya menjadi acuan dalam perihal pengujian. Jika hasil analisis lab-nya bisa dipesan sesuai permintaan, ini kan suap namanya. Kenapa tidak dijerat pasal suap atau tipikor,” paparnya.
Dalam Laporan PTSDS, pihaknya mempersoalkan COA Nomor: COA-0710226196A/19.K/MB.05/DJB.B/2021/10/2022 tanggal 21 Oktober 2022 yang tidak sesuai dengan GAR atau Kalori Batubara pesanan PTSDS.
Namun, pihak Ditreskrimum Polda Riau hanya menjadikan ARM kepala laboraterium SI saat itu, serta AC, kepala wilayah SI Kepulauan Riau waktu itu sebagai tersangka.
Yang lebih anehnya lagi, Direktur PTTRS inisial A, hingga saat ini seakan tidak tersentuh, padahal, menurut pengakuan AC, dialah yang menghubungi dirinya untuk bersedia mengatur hasil uji Lab batubara milik perusahaannya yang akan dikirim ke PTSDS.
“Dari Pengakuan AC yang saya baca di media, Direktur PTTRS menghubungi AC , dan memberikan sejumlah uang sesuai kesepakatan mereka agar mengeluarkan uji Lab COA kalori Batubara sesuai kontrak ke PTTDS. Artinya, ini bisa dikategorikan Suap atas jabatannya di perusahaan BUMN. Dan nilainya sangat funtastis lho. Saya rasa, ini terorganisir, jika tidak, mustahil hanya seorang Kepala wilayah bisa menerbitkan COA itu. Ini yang seharusnya jadi perhatian para penyidik di Polda Riau,” terangnya.
Hingga saat ini, Ditreskrimum Polda Riau, Kombes Pol Ade Darmawan SH SIK tidak bersedia memberikan keterangan apapun terkait perkembangan kasus tersebut.
Sementara, Kasubdit III Ditreskrimum, Kompol Indra Lambot Sihombing SIK meminta awak media menyakan langsung ke pimpinannya terkait kasus pemalsuan COA.
“Silahkan (ke) Pak Ditreskrimum,” tulisnya singkat dalam pesan elektroniknya beberapa waktu lalu.
Tertutupnya penyidik yang menangani kasus inipun menuai sorotan publik, bahkan menimbulkan spekulasi dikalangan aktivis anti korupsi.
M Hafis menduga, Pihak Polda Riau “tidak berani” mengungkap dalang dari kasus itu.
“Hasil penelusuran kami, Direktur PTTRS inisial A ini adalah pengusaha besar yang katanya dekat dengan lingkaran Presiden Terpilih saat ini. Mungkin, ini yang membuat kasus ini senyap dan hanya menjerat dua oknum PTSI. Hukum harus tegak,” katanya.
Dirinya pun mendesak agar KPK RI mengambil alih kasus tersebut. Sebab menurutnya, berkemungkinan besar kejadian serupa pernah terjadi dan yang dirugikan PLTU milik PLN.
“KPK Harus ambil alih kasus ini. Ini ada dugaan unsur suap antara pihak swasta dengan BUMN dan bisa jadi kejadian yang sama pernah dilakukan terhadap PLN,” sebutnya. (Esp)
📲 Ingin update berita terbaru dari Satujuang langsung di WhatsApp? Gabung ke channel kami Klik di sini.