Satujuang- Kasus dugaan pemalsuan dokumen hasil uji laboratorium Certificate of Analysis (COA) kandungan kalori (GAR) Batubara yang saat ini berproses di Polda Riau terkuak setelah adanya laporan dari pihak PT.Sari Dumai Sejati (PT.SDS).
PT.SDS melaporkan dugaan pemalsuan dokumen GAR batubara yang dibelinya lewat PT.TRS pada tanggal 23 Maret 2023 dengan nomor laporan LP/B/132/2023/SPKT/POLDA RIAU.
Pihak PT.SDS mengaku mengalami kerugian miliaran rupiah atas rusaknya boiler pembakaran Batubara milik mereka. Kerusakan tersebut disebabkan oleh nilai GAR Batubara dari PT.TRS yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Kontrak pembelian.
Anehnya, perusahaan pemasok Batubara yakni PT.TRS tidak masuk sebagai terlapor. Yang menjadi tersangka justru 2 orang pejabat teknis di PT.Surveyor Indonesia (PT.SI), yaitu mantan Kepala Laboratorium SI inisial ARM dan mantan Kepala Wilayah SI Kepri inisial AC.

Terkait perkara tersebut, media ini mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara secara exclusive dengan salah satu tersangka.
Ia mengatakan, terjadinya upaya manipulasi COA (Certificate of analysis) tersebut, berawal saat salah satu petinggi PT.TRS inisial A menghubungi AC, dan meminta agar PT.SI menerbitan COA GAR batubara miliknya sesuai dengan kontrak pembelian mereka dengan PT.SDS.
Sebagai kompensasi, akan ada fee sebesar Rp.7.000 – 8.000 per Ton Batubara untuk setiap batubara yang diterima PT.SDS yang dikirimkan oleh PT.TRS.
Jika diakumulasikan akan muncul uang sebesar Rp.40-70 juta rupiah per setiap Tongkang Batubara yang dikirim.
“Semua itu atas permintaan bos PT.TRS, kami hanya menjalankannya. Ada biaya yang dikeluarkan mereka,” ujar AC, ketika dikonformasi secara exclusive media ini beberapa waktu lalu di Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (KEPRI).
Ia juga mengatakan jika manipulasi hasil uji Lab ini terorganisir hingga ke Lab Surveyor Indonesia di Jakarta.
“Ke SI pusat juga, yang tandatangani kepala operasi SI waktu itu,” ucapnya.
Beberapa oknum petinggi SI juga disebut-sebut menerima uang dari dirinya yang diberikan oleh petinggi PT.TRS untuk memperlancar uji Lab yang diminta.
“Ya ada (petingi SI, red) yang terima melalui saya. Jadi COA-nya disesuaikan dengan kontrak antara pihak penjual dan pembeli lah,” terangnya.
Terpisah, M Hafis (43), aktivis pegiat antikorupsi di KEPRI mengaku heran atas penetapan ke 2 oknum dari PT.SI tersebut sebagai tersangka pemalsuan oleh Direskrimum Polda Riau.
Menurutnya, ada upaya sekelompok pihak yang mencoba menggiring masalah ini menjadi pidana umum.
“Ya logikanya, PT.SDS beli Batubara dari PT.TRS karena tidak sesuai GAR dalam kontrak, namun yang ditetapkan tersangka malah 2 oknum PT.SI. Kenapa gak Direktur PT.TRS yang ditetapkan tersangka penipuan?,” ujar aktivis kawakan ini, Jumat (27/9/24) di Batam Centre, KEPRI.
Ia juga mengatakan, jika kasus yang menyeret nama PT.SI adalah salah satu tindakan suap dalam jabatan. Sebab, perusahaan tersebut merupakan perusahaan milik negara atau BUMN.
“Ini semestinya masuk dalam ranah Tipikor, karena mereka bekerja dalam perusahaan plat merah, BUMN. Merugikan negara dan swasta. Semestinya ini kasus suap dan kemungkinan besar, praktim culas ini terjadi diwilayah lain dan perputaran uangnya bisa puluhan bahkan ratusan miliar,” sebutnya.
Terpisah, Penyidik yang menangani kasus tersebut di Mapolda Riau, Kompol Indra Lamhot SIK enggan berbicara banyak soal perkembangan kasus.
Ia hanya menyarankan agar menanyakan langsung kepada Direktur reserse kriminal umum.
” Berkenan, langsung tanya lewat pak dir (Direskrimun, red),” tulisnya lewat pesan singkat elektronik.
Dikutip dari halaman website kementeian ESDM dan PLN, Acuan GAR untuk mesin PLN adalah GAR 4.600. (Esp)