Satujuang – Korupsi di Indonesia bukan sekadar penyakit, tapi sudah menjadi wabah yang menggerogoti negeri ini dari dalam.
Dari skandal PT Timah yang merugikan negara Rp 300 triliun hingga kasus Pertamina yang mencapai Rp 968,5 triliun, setiap hari kita disuguhi berita tentang elite-elite yang dengan rakus menjarah uang rakyat.
Tragisnya, alih-alih membayar mahal atas kejahatan mereka, para koruptor justru sering menikmati fasilitas mewah di dalam penjara, mendapatkan remisi, dan dalam banyak kasus, tetap hidup nyaman setelah keluar.
Coba bayangkan, uang yang seharusnya membangun sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur untuk rakyat malah berpindah ke rekening pribadi segelintir orang.
Sementara jutaan warga berjuang mengais rezeki di jalanan, ada pejabat yang seenaknya membeli jet pribadi dan vila di luar negeri dengan hasil korupsi.
Masalah terbesar dari sistem hukum kita adalah lemahnya hukuman bagi para koruptor. Sanksi yang diberikan lebih sering tampak seperti tepukan ringan di bahu, bukan pukulan telak yang membuat mereka berpikir dua kali sebelum mencuri lagi.
Lihat saja, berapa banyak koruptor kelas kakap yang mendapat hukuman berat? Jumlahnya bisa dihitung dengan jari!
Di negara-negara lain, hukuman untuk koruptor jauh lebih serius. China, misalnya, tak segan menjatuhkan hukuman mati bagi mereka yang terbukti merampok uang rakyat.
Sementara di Indonesia, jangankan hukuman mati, hukuman penjara pun masih penuh dengan keringanan. Jika tidak segera ada gebrakan besar, jangan heran jika negeri ini akan terus menjadi surga bagi para pencuri berdasi.
Sudah saatnya kita menuntut keadilan yang sebenarnya. Para koruptor harus dihukum berat—tanpa ampun, tanpa remisi, dan tanpa fasilitas mewah di balik jeruji besi.
Jika perlu, hukum mati mereka yang terbukti merugikan negara dalam jumlah fantastis. Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang membunuh masa depan jutaan orang. Dan bagi mereka yang tega melakukannya, tak ada alasan untuk memberikan belas kasihan.
Hentikan romantisasi koruptor sebagai “orang pintar yang khilaf.” Mereka bukan korban, mereka adalah penjahat. Penjahat yang harus menerima balasan setimpal atas perbuatannya.
Jika kita terus membiarkan mereka lolos, jangan harap Indonesia bisa bebas dari cengkeraman korupsi. Saatnya bersuara lebih keras: hukum mati koruptor, atau biarkan negeri ini hancur perlahan. (A.T)