Satujuang- Bupati Blitar, Rini syarifah yang diwakili Sekretaris Daerah (Sekda) Izul Marom, menghadiri perayaan hari Nyepi tahun Baru Caka 1946.
Perayaan nyepi tahun ini mengusung tema “Sat Cit Ananda Untuk Indonesia Jaya” dilaksanakan di depan RTH Wlingi kabupaten Blitar, Minggu (10/3/24).
Dalam rangka menyongsong Hari Raya Nyepi yang jatuh besok tanggal 11 Maret 2024 ini, Izul Marom mendoakan agar seluruh umat hindu Blitar Raya diberkahi kemakmuran dan kebahagiaan.
“Kegiatan Umat Hindu ini, tentunya tidak lepas dari peran serta masyarakat dari berbagai daerah, agama dan keyakinan. Ini wujud kerukunan umat beragama. Dan ini harus dipertahankan. Karena memang negara kita ini sangat plural, beragam suku, agama, bahasa dan adat istiadat,” ucap Izul Marom dalam sambutannya.
Kata Izul, eberagaman membuat semakin kuat, kokoh dalam bingkai NKRI.
Jika kemarin waktu Pemilu 2024 sampat berbeda pilihan, saatnya untuk kembali bersatu saling gotog-royong membangun negeri dengan saling welas asih dan satu pemahaman yakni untuk masyarakat sejahtera, Indonesia maju.
“Dalam ajaran Hindu, ada tiga ajaran atau tuntunan suci yang sangat relevan dalam menumbuh kembangkan sikap toleransi sesama anak bangsa,” sampai Izul.
Pertama, Vasudhaiva Kutumbhakam yang berarti kita semua bersaudara, satu keluarga tunggal, tanpa membedakan agama, suku, bahasa, budaya, tradisi, dan warna kulit.
Dengan memahami dan menghayati ajaran ini, ujar Izul, niscaya bisa menjaga kesatuan dan persatuan bangsa untuk kejayaan NKRI.
Yang kedua Tat Tvam Asi, ajaran yang mengembangkan sifat saling asah, asih, dan asuh.
Diajarkan untuk mengenal dan melaksanakan rasa kebersamaan, berat ringan dipikul dan dirasakan bersama.
Gotong royong, tolong menolong hendaknya selalu dikedepankan. Kehidupan yang damai tidak mungkin terwujud tanpa adanya toleransi.
“Yaitu dengan sikap saling menghormati, menghargai, memahami maupun saling menerima adanya perbedaan,” tegasnya.
Ketiga, Tri Hita Karana yang bersumber pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Hyang Widhi Wasa, manusia dengan alam lingkungannya, dan manusia dengan sesamanya.
Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dengan lainnya agar tercapai ketentraman dan kedamaian.
“Untuk itu mari kita semua merawat keberagaman ini demi utuhnya persatuan dan kesatuan. Seperti pada kegiatan tawur Kesanga yang identik dengan ogoh-ogoh ini. Buta Kala diwujudkan sebagai ogoh-ogoh adalah bagian dari pada unsur alam yang negative yang bisa memicu perpecahan dan angkara murka,” ajaknya.
Izul Marom pun berharap, sifat-sifat yang negatif ini tidak mengganggu. Setelah diarak hingga ke desa mengartikan energi negatif sudah terkumpul dan kemudian dibakar.
Dengan demikian energi negatif hilang, yang ada hanya energi positif, sehingga saat Nyepi bisa melaksanakan tapa brata dengan khidmad dan kehidupan tenang, guyub rukun.
“Untuk itu saya berharap, setelah tapa Brata pada keesokan harinya (Hari Raya Nyepi), bisa menjadi pribadi yang mawas diri dan menghindari perbuatan tidak baik. Juga semakin sejahtera kehidupannya dan semakin bertawakal pada Sang Hyang Widi,” tutupnya. (ADV/kmf/Herlina)