Hari Kependudukan dan Proyeksi Pendidikan Indonesia

Editor: Tim Redaksi

Penulis: Purnama Syae Purrohman, Ph.D

Satujuang.com- Setiap tahunnya, tepatnya tanggal 11 Juli diperingati sebagai World Population Day (Hari Kependudukan Dunia).

Peringatan ini diinisiasi oleh Dewan Pengatur Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak tahun 1989.

World Population Day juga terinspirasi oleh fakta demografi global saat itu, bahwa pada tahun 1987 jumlah penduduk dunia mencapai 5 miliar jiwa.

Di Indonesia sendiri, aspek kependudukan juga cukup lama menjadi perhatian bersama. Fakta bahwa Indonesia masuk dalam jajaran negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia.

Berdasarkan United Nation Analytical Report, jumlah penduduk Indonesia mencapai 274.790.244 jiwa, memunculkan pertanyaan bagaimana cara terbaik untuk mengolah sumber daya manusia yang banyak ini menjadi insan-insan yang tangguh, unggul, dan relevan dengan zamannya

Bagaimana mereka dapat diintegrasikan dengan visi Indonesia Emas 2045 Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, Indonesia memiliki segudang permasalahan yang belum terselesaikan, khususnya kualitas sumber daya manusia yang bisa dikatakan masih rendah.

Indikator dari kualitas sumber daya manusia di sebuah negara rendah atau tinggi dapat diukur dari lulusan kelas pekerjanya, data BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh lulusan SD (Sekolah Dasar) ke bawah (tidak/belum pernah sekolah) yaitu sebesar 39,10% (BPS, 2022).

Salah satu faktor penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan memperbaiki mutu pendidikan nasional kita.

Pendidikan dapat mengantarkan negara melaju mengikuti perkembangan zaman yang semakin melesat.

Peningkatan Kualitas SDM Melalui Sektor Pendidikan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) merupakan langkah yang tepat untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.

MBKM adalah sebuah inovasi yang dibuat oleh Kemendikbudristek dan diluncurkan sebuah kebijakan untuk mentransformasi sistem Pendidikan Tinggi Indonesia untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan lapangan pekerjaan di masa sekarang dan yang akan datang.

Hadirnya MBKM memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk merasakan iklim pembelajaran di luar bidang jurusannya. Mahasiswa akan ‘berenang di perairan lepas’ yang sama sekali berbeda dengan kolam yang mereka tempati selama ini.

Sektor pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan kualitas bangsa, selain juga sektor kesehatan, tata kelola pemerintahan, kepemimpinan dan lainnya.

Tujuan kebijakan MBKM yakni untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik dari aspek soft skill maupun hard skill agar mahasiswa lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman, menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan yang unggul dan berintegritas.

Salah satu program di dalam MBKM yaitu belajar 3 semester di luar Program Studi, walaupun memang ketika di awal program tersebut di Jalankan banyak menjumpai keraguan dalam implementasinya.

Namun seiring program tersebut berjalan hampir 3 tahun, tak dipungkiri bahwa para mahasiswa yang mengikuti program-program MBKM telah merasakan manfaatnya.

Pemerintah berkomitmen mendorong aktivasi kegiatan MBKM secara setara, antara perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta, dengan dukungan penuh pembiayaan dari LPDP.

Mahasiswa di Perguruan Tinggi tidak diwajibkan untuk mengikuti program MBKM, program-program yang disediakan oleh Kemendikbudristek bersifat sukarela dan dapat diikuti secara gratis, termasuk program magang bersertifikat dan studi independen.

Dua program tersebut memberikan mahasiswa kesempatan untuk mengasah dan mendapatkan kemampuan, pengetahuan, dan sikap di dunia industri dengan cara bekerja dan belajar secara langsung dalam proyek atau permasalahan di lapangan secara nyata.

Program magang bersertifikat dan studi independen ini menjadi perhatian khusus bagi segenap mahasiswa di berbagai Perguruan Tinggi karena memungkinkan mereka untuk terjun langsung merasakan bagaimana rasanya bekerja di sektor yang mereka inginkan, tentu saja program MBKM ini mendapat respons bagus dari berbagai Perguruan Tinggi yang sudah mengirimkan mahasiswa mereka.

Penanaman Integritas Sejak Dini

Upaya untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia tidak cukup hanya dengan membekali mereka dengan Pendidikan yang bermutu, mempersiapkan mereka untuk siap terjun ke lapangan pekerjaan, atau mengajarkan mereka agar tetap relevan dengan zaman, kita juga perlu membekali generasi muda Indonesia dengan nilai-nilai integritas.

Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa nilai integritas anak muda di lingkungan sekolah masih rendah, survei tersebut dilakukan kepada beberapa indikator yakni peserta didik, ekosistem pendidikan, dan pemetaan resiko korupsi di dalam tata kelola pendidikan.

Indeks integritas pendidikan nasional berada di angka 70,40 atau berada di level 2 dari skala tertinggi yaitu level 4. Lebih rinci, indeks integritas pendidikan dasar-menengah berada di angka 74,49 lebih tinggi dibandingkan indeks integritas pendidikan tinggi yaitu 67,69.

Sederhananya, semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin rendahnya integritas pendidikan kita. Entah dari peserta didik/mahasiswanya, maupun dari aspek ekosistem dan tata kelola pendidikannya.

Tentu saja hal semacam ini tidak dapat kita biarkan begitu saja, mengingat anak-anak muda tersebut akan mewarisi kepempinan Indonesia di masa yang akan datang.

Rendahnya nilai integritas di dunia pendidikan nasional dipengaruhi banyak hal, salah satunya perilaku tidak jujur yang dilakukan oleh pelajar/mahasiswa seperti mencontek dan plagiasi yang masih sering dipraktekkan, dan perilaku-perilaku lain yang sudah lama menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia yakni pungutan liar atau pungli (KPK, 2023).

Tawaran solusi untuk permasalahan integritas ini ada dua hal, yang menurut penulis akan sangat berdampak bagi Indonesia ke depannya.

Pertama, menyangkut edukasi tentang nilai-nilai integritas, atau pembelajaran anti korupsi yang harus dimasifkan ke seluruh lembaga penyelenggara pendidikan, mulai dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi.

Edukasi yang dimaksud penulis di sini bukan hanya sebatas seminar atau penyuluhan semata, tetapi perlu diadakannya semacam Diklat khusus tiap tahunnya yang serius membahas tentang pentingnya integritas dan bahaya korupsi yang merugikan diri sendiri, keluarga, agama, dan negara.

Tawaran kedua, membentuk lembaga pencegahan dan penanganan korupsi di seluruh instansi pendidikan, mulai dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi.

Lembaga tersebut berada langsung di bawah Kepala Pemerintahan setempat layaknya KPK di bawah Presiden RI, lembaga tersebut nantinya akan bekerja sesuai dengan acuan dan pedoman yang dirancang bersama KPK dan memiliki akses langsung ke KPK untuk koordinasi dan konsultasi.

Mengkapitalisasi Bonus Demografi

BPS menjelaskan sejak tahun 2012 sampai tahun 2035 Indonesia memasuki masa bonus demografi dengan periode puncak antara tahun 2020-2030.

Hal ini ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif yang mencapai dua kali lipat dibandingkan jumlah penduduk usia anak-anak maupun usia lanjut.

Jumlah penduduk usia produktif yang besar menyediakan sumber tenaga kerja, pelaku usaha kreatif, dan konsumen aktif potensial yang sangat berperan dalam percepatan pembangunan dan perputaran ekonomi mikro serta makro.

Dengan bonus demografi ini kita diuntungkan untuk menggenjot sektor perekonomian lebih cepat dari negara-negara lain yang justru sedang mengalami krisis kependudukan seperti Jepang dan Korea.

Jika bonus demografi ini dapat dikelola dengan baik oleh pemerintah, maka kondisi ini akan menjadi modal penting untuk membangun Indonesia menuju 100 tahun Kemerdekaannya pada 2045 mendatang.

Momentum seperti ini sangat sulit terulang lagi, karena jika kita meleset dalam perhitungan maupun pengelolaannya dikhawatirkan bangsa kita akan ketinggalan lebih jauh lagi dari bangsa lain.

Maka, ketika kita berbicara seputar kependudukan di Indonesia. Tentu saja hal pertama yang harus kita lirik adalah tentang kualitas SDM kita menggunakan teropong Pendidikan Nasional yang sudah waktunya menjangkau area yang jauh ke depan.

Pemerintah, bersama dengan pemangku kepentingan lainnya yang bisa diajak bekerja sama (seperti korporasi nasional maupun internasional, organisasi swadaya masyarakat nasional serta global, lembaga pendidikan serta pihak lain yang berkepentingan dengan dampak bonus demografi), harus secara bersama-sama membuat cetak biru peningkatan kualitas sumber daya manusia era bonus demografi.

Dilanjutkan dengan aksi nyata, bagaimana membawa generasi ini mewarnai pembangunan bangsa. Potensi brain drain bisa terjadi, jika pemerintah abai terhadap potensi mereka.(mediaindonesia)

 

 

Penulis adalah Dosen Pendidikan Ekonomi FKIP UHAMKA

📲 Ingin update berita terbaru dari Satujuang langsung di WhatsApp? Gabung ke channel kami Klik di sini.

Apa Tanggapanmu?

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *