Jakarta- Harga komoditas nikel terus merosot di penghujung 2024, menyentuh titik terendah selama empat tahun terakhir.
Berdasarkan data London Metal Exchange (LME), harga nikel pada Selasa (24/12) ditutup di level USD 15.477 per ton.
Bloomberg melaporkan bahwa nikel menjadi salah satu logam dengan kinerja terburuk tahun ini, terutama karena digunakan dalam baterai kendaraan listrik.
Penurunan tajam terjadi sebelumnya pada Kamis (19/12), ketika harga nikel anjlok 2,3 persen ke angka USD 15.113 per ton, yang merupakan level terendah sejak November 2020.
Pelemahan ini dipicu oleh prospek kebijakan Federal Reserve (The Fed) yang lebih ketat di masa depan, di mana prakiraan menunjukkan penurunan suku bunga pada 2025 mungkin lebih kecil dari yang diharapkan.
Sementara itu, laporan menyebut rencana Indonesia untuk memangkas produksi bijih nikel menjadi 150 juta ton pada 2024 sebagai faktor tambahan.
Namun, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan belum ada pembahasan mengenai pemangkasan tersebut.
Pemerintah justru fokus memantau kepatuhan perusahaan terhadap target produksi dalam Rencana Kerja Anggaran dan Belanja (RKAB) yang menetapkan produksi nikel tahun 2024 sebesar 240 juta ton.
Jika rencana pemangkasan dilakukan, produksi akan turun hingga 37,5 persen.
Harga Minyak Mentah Turun
Selain nikel, harga minyak mentah juga mencatat penurunan di akhir tahun. Penurunan ini didorong oleh harapan pasar terhadap efek stimulus fiskal China.
Dimana pemerintah menerbitkan obligasi khusus senilai 3 triliun yuan (USD 411 miliar) untuk mendukung perekonomian.
Harga minyak mentah Brent ditutup melemah 0,43 persen menjadi USD 73,26 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) turun 0,68 persen ke level USD 69,62 per barel.
Penurunan ini terjadi meskipun pasar sempat optimis terhadap kebijakan fiskal China untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi global.(Red/kumparan)