Satujuang, Jakarta – Lonjakan harga kebutuhan pokok kembali menjadi momok bagi masyarakat. Beras, minyak goreng, telur, hingga bahan bakar terus mengalami kenaikan, sementara penghasilan tetap berjalan di tempat.
Realitas ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana masyarakat bertahan di tengah ketimpangan ekonomi yang semakin tajam?
Fenomena Kenaikan Harga: Penyebab dan Dampaknya
Kenaikan harga barang kebutuhan pokok bukanlah kejadian baru. Setiap tahun, terutama menjelang Ramadhan dan Lebaran, lonjakan harga menjadi ritual yang nyaris tak terelakkan. Namun, tahun ini kondisinya terasa lebih berat.
Inflasi yang merangkak naik, ketergantungan impor, serta distribusi yang tidak merata semakin memperparah keadaan.
Dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.
Kebutuhan yang kian mahal memaksa mereka untuk mengencangkan ikat pinggang. Konsumsi rumah tangga menurun, daya beli melemah, dan kesenjangan ekonomi semakin terasa.
Penghasilan Stagnan: Realitas Pahit di Tengah Kenaikan Harga
Sementara harga kebutuhan pokok naik, pendapatan masyarakat justru tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Upah minimum memang mengalami kenaikan, namun persentasenya sering kali tidak sebanding dengan laju inflasi.
Sektor informal, yang menjadi tumpuan mayoritas pekerja Indonesia, juga masih bergulat dengan ketidakpastian pendapatan.
Banyak pekerja serabutan, pedagang kecil, hingga buruh pabrik yang kini harus bekerja lebih keras demi mempertahankan daya beli mereka.
Sementara itu, sektor pekerja kantoran pun tak luput dari tekanan. Bonus dan kenaikan gaji yang diharapkan sering kali tidak terealisasi, sementara tuntutan hidup terus meningkat.
Strategi Bertahan di Tengah Ketimpangan Ekonomi
Di tengah ketidakpastian ekonomi, masyarakat tidak tinggal diam. Ada beberapa strategi yang mereka lakukan untuk tetap bertahan:
1. Mencari Penghasilan Tambahan
Fenomena side hustle atau pekerjaan sampingan semakin marak.
Banyak orang yang mulai berjualan online, menjadi pekerja lepas (freelancer), atau terjun ke sektor gig economy seperti ojek online dan jasa titip.
2. Mengurangi Pengeluaran Konsumtif
Masyarakat mulai mengubah pola konsumsi mereka. Dari yang sebelumnya rutin makan di luar, kini lebih memilih memasak sendiri.
Pengeluaran untuk hiburan dan gaya hidup juga mulai dikurangi demi memastikan kebutuhan utama tetap terpenuhi.
3. Menyusun Anggaran Lebih Ketat
Banyak keluarga yang kini lebih disiplin dalam mengatur keuangan. Setiap pengeluaran dicatat, prioritas ditetapkan, dan tabungan darurat semakin diperhatikan.
4. Memanfaatkan Program Pemerintah
Program bantuan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Sembako, serta subsidi energi menjadi penyelamat bagi sebagian masyarakat.
Namun, akses terhadap bantuan ini masih menjadi tantangan bagi mereka yang tidak terdata dengan baik.
Peran Pemerintah: Solusi Jangka Panjang Dibutuhkan
Di tengah gejolak ekonomi ini, masyarakat tentu tidak bisa dibiarkan berjuang sendiri. Pemerintah perlu hadir dengan solusi yang lebih konkret.
Stabilisasi harga pangan, peningkatan kesejahteraan pekerja, serta penguatan ekonomi lokal harus menjadi prioritas utama.
Pemerintah juga perlu mempercepat pembangunan sektor produksi dalam negeri agar ketergantungan terhadap impor berkurang.
Selain itu, kebijakan perpajakan dan insentif bagi pelaku usaha kecil harus diperkuat agar roda ekonomi bisa tetap berputar.
Ketimpangan antara harga kebutuhan yang terus melonjak dan penghasilan yang stagnan menjadi tantangan besar bagi masyarakat Indonesia saat ini.
Namun, dengan strategi adaptasi serta dukungan kebijakan yang tepat, ada harapan untuk keluar dari tekanan ekonomi ini.
Saatnya semua pihak masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha bekerja sama untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Jika tidak, kondisi ini hanya akan semakin memperlebar jurang ketimpangan sosial di negeri ini.
Penulis: A.T
1 Komentar
Yang miskin tambah melarat, yang kaya tambah makmur. Ganti presiden ternyata juga sama ga ada perbaikan