Satujuang- Pemerintah diminta untuk menaikkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8 hingga 10 persen pada 2025.
Permintaan ini dilatarbelakangi oleh penurunan daya beli pekerja yang signifikan. Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menyoroti bahwa selama lima tahun terakhir, kenaikan upah minimum di Indonesia tidak sebanding dengan inflasi.
Dalam dua tahun terakhir, kenaikan tersebut bahkan berada di bawah angka inflasi, yang berakibat pada penurunan daya beli buruh.
Ia mengajukan kenaikan upah sebesar 10 persen untuk 2025, di mana 8 persen diusulkan secara umum dan tambahan 2 persen untuk daerah dengan disparitas upah yang tinggi.
Dalam sepuluh tahun terakhir, upah riil buruh di Indonesia telah menurun sekitar 30 persen. Kenaikan harga barang yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah nominal membuat buruh terus terbebani.
Sebagai contoh, di wilayah Jabodetabek, inflasi mencapai 2,8 persen, sementara kenaikan upah hanya 1,58 persen, mengakibatkan buruh mengalami kerugian setiap bulan.
Said Iqbal menegaskan bahwa meskipun usulan kenaikan UMP sebesar 8 hingga 10 persen akan membantu memulihkan daya beli, buruh masih akan merasakan beban karena kenaikan tersebut tidak cukup untuk menutupi penurunan daya beli yang telah terjadi.
Ia juga menolak dasar hukum kenaikan UMP yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023, yang ditolak oleh serikat buruh dan sedang diuji di Mahkamah Konstitusi.
Dengan situasi ini, Said Iqbal menekankan pentingnya pemerintah untuk memperhitungkan kembali usulan kenaikan UMP 2025 tanpa merujuk pada PP 51/2023.(Red/kumparan)