Satujuang– Ribuan petani yang tergabung dalam Serikat Petani Jawa Selatan Menggugat (SPJSM) menggelar unjuk rasa di Kantor Perum Perhutani Blitar.

Mereka menyampaikan tuntutan untuk kejelasan terkait kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDK) dan mendesak agar mafia hutan dan tanah diadili, Selasa (31/10/23).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada April 2022 telah menetapkan area KHDPK yang harus dikeluarkan dari area kerja Perhutani,” ujar Trianto, selaku koordinator lapangan.

Namun, pihak petani menemukan bukti tambak udang liar di kawasan hutan, yang melanggar aturan dan terkesan dibiarkan.

Mereka menuntut kejelasan terkait KHDPK dan mengharapkan agar semua pihak tunduk pada hukum yang berlaku.

“Selain itu, SPJSM juga menyoroti tuntutan lain kepada Perhutani Blitar, seperti pelaksanaan program perhutanan sosial dan reforma agraria tanpa KKN, serta menuntut agar mafia dan oknum nakal hutan dan tanah ditangkap dan diadili,” imbuhnya.

Mereka juga ingin membongkar tambak udang ilegal di kawasan hutan lindung KPH Perhutani.

Sementara itu, Administratur (ADM) Perhutani KPH Blitar, Muklisin, menerima kedatangan massa aksi dan mengingatkan bahwa menyampaikan aspirasi di muka umum dilindungi oleh undang-undang.

“KHDPK yang belum memiliki izin masih menjadi tanggungjawab dari Perum Perhutani, terutama dalam situasi seperti kebakaran, banjir, atau ilegal logging,” ujar Muklisin.

Muklisin juga mencatat bahwa penertiban dilakukan untuk mengembalikan fungsi hutan dan menghindari penggunaan hutan hanya untuk budidaya tebu.

Kejaksaan Negeri Blitar juga menegaskan dukungannya dalam menertibkan tanaman tebu non prosedural.

“Kejaksaan Negeri Blitar telah melakukan sosialisasi ke kecamatan-kecamatan dan memanggil para penunggak PNBP serta profit sharing yang belum terbayar ke Perhutani,” ujar Kasi Datun Kejari Blitar, Syahrir Sagir.

Pihaknya akan terus mendampingi Perhutani untuk melestarikan hutan dan memastikan kesejahteraan masyarakat.(NT/Herlina)