Menu

Mode Gelap
Polisi Beberkan Fakta Baru di Balik Kasus Pasutri Tewas di Cengkareng Jakbar Pengancaman Advokad di Polda Bengkulu Disaksikan Seorang Lurah, Siap Jadi Saksi Oknum LSM Sebar Fitnah, Pengacara dan Wartawan di Bengkulu Lapor ke Polda Ikan dengan Kandungan Merkuri Tinggi yang Perlu Diwaspadai Kalimat yang Harus Dihindari Orang Tua Saat Berkomunikasi dengan Anak Bobby Kertanegara, Kucing Presiden Prabowo Subianto Jadi Tren Google 2024

Opini

Buku Teks dan Kebinekaan 

badge-check


Satia Zen Perbesar

Satia Zen

Penulis: Satia Zen

Satujuang.com – Di lantai dasar perpustakaan Tampere University, saya menemukan tiga hingga empat rak besar yang berisi buku teks sekolah dasar, menengah, dan atas.

Saya bertanya kepada salah satu dosen saya kenapa ada buku anak SD di perpustakaan universitas Menurut beliau, buku teks ialah salah satu buku referensi belajar utama di Finlandia, terutama pada fakultas pendidikan.

Tidak hanya itu, tidak jarang mahasiswa tingkat awal masih merujuk buku teks sekolah untuk belajar konsep-konsep dasar di bidang mereka, konsep dasar matematika, misalnya.

Selain itu, buku teks menjadi salah satu area penelitian yang saat ini sedang banyak dilakukan peneliti di sana.

Hal itu menjadi indikasi bahwa buku teks di Finlandia memiliki kualitas yang sangat baik dan memegang peran sentral dalam sistem pendidikan.

Buku teks di Finlandia

Buku teks pertama di Finlandia ialah buku ABC (ABC-kiria) disusun Mikael Agricola, seorang pendeta Gereja Lutheran di Turku, dicetak pada 1543.

Buku teks itu mengajarkan alfabet bahasa Finlandia pertama digabungkan dengan buku katekismus.

Buku teks itu juga menjadi penanda eratnya penguatan identitas kebangsaan dengan pendidikan melalui medium buku teks.

Saat itu Finlandia masih dijajah Swedia. Penulisan buku teks tersebut menyumbang pada perkembangan bahasa Finlandia sebagai salah satu elemen inti dari identitas bangsa Finlandia.

Hingga kini, ABC-kiria telah direvisi dengan mempertimbangkan kondisi saat ini oleh tim penulis, ahli pedagogis, dan ilustrator.

Dengan peran signifikan inilah buku teks dalam sistem pendidikan di Finlandia menjadi sentral dan sistem pendidikan di negara itu dapat disebut sebagai textbook-based educational system(Moate, 2020).

Selain mempersiapkan guru yang berkualitas, Finlandia menggunakan buku teks sebagai salah satu cara untuk memastikan kualitas pendidikan yang baik dan merata dapat dicapai di seluruh sekolah.

Karena itu, buku teks biasanya disediakan gratis di seluruh sekolah. Buku teks di negara itu juga memiliki regulasi spesifik dan pada awalnya dilakukan secara terpusat.

Hal itu dilakukan dengan pertimbangan pentingnya siswa di seluruh Finlandia memiliki akses yang sama akan materi belajar yang berkualitas.

Oleh karena itu, pada awal implementasi peruskoulu (pendidikan dasar 9 tahun) pada 1970-an, buku teks yang seragam digunakan guru di seluruh sekolah.

Hal itu mulai berubah pada 1990-an yang mana buku teks mulai dilakukan dengan mandiri dan guru dapat memilih buku teks yang akan digunakan.

Selain memastikan pemerataan buku teks berkualitas dapat diakses seluruh siswa, buku teks berkualitas dapat memediasi kualitas guru yang kurang baik meskipun tidak untuk meniadakan fungsi guru sama sekali sehingga siswa sejak dini dibiasakan untuk menggunakan buku teks dengan baik.

Buku teks disusun sedemikian rupa agar siswa dapat melakukan navigasi materi secara mandiri.

Mengajar secara efektif dengan buku teks merupakan salah satu fitur dari proses persiapan guru.

Di negara tersebut, buku teks biasanya dikembangkan tim guru dan dosen pendidikan untuk memastikan kesinambungan antara kurikulum pendidikan guru dan pendidikan di sekolah.

Draf buku akan mengalami beberapa tahapan, dari penulisan hingga uji coba di sekolah.

Umpan balik dari guru menjadi panduan untuk melakukan revisi hingga buku diterbitkan.

Saat ini perdebatan mengenai inklusivitas dalam buku teks tengah menghangat di Finlandia seiring perubahan demografis di negara tersebut.

Keterwakilan warga keturunan dalam buku teks, misalnya, banyak menjadi topik penelitian.

Hal itu merupakan refleksi dari intensitas diskusi mengenai identitas masyarakat imigran di negara itu.

Buku teks di Indonesia

Di Indonesia, kedudukan buku teks dalam sistem pendidikan kita problematis. Buku teks dianggap sebagai penunjang implementasi kurikulum yang kerap berubah, tetapu kurang menjadi perhatian dalam proses perubahan kurikulum itu sendiri.

Terdapat pameo bahwa perubahan kurikulum hanya akan mengubah sampul buku teks, tapi tidak mengubah isinya sehingga masyarakat menganggap perubahan kurikulum mahal diongkos karena buku teks terus berubah.

Namun, saat ini konsep buku teks sebagai sumber belajar utama juga terus mengalami degradasi dengan adanya sumber belajar lain yang tersedia secara daring.

Sayangnya, sumber-sumber itu memerlukan keahlian guru untuk dapat mengubahnya menjadi relevan secara pedagogis dan menjadi alternatif dari buku teks yang ada.

Itulah kelebihan buku teks yang dibuat dengan mempertimbangkan kemajuan dalam disiplin ilmu tertentu, tetapi memberikan fondasi yang baik agar siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar pada bidang tersebut.

Di sinilah aspek kesetaraan menjadi faktor penting. Jika semua siswa harus mendapatkan akses materi berkualitas, buku teks yang berkualitas perlu disediakan dan diakses dengan mudah.

Sudah saatnya buku teks disusun dengan cerdas, saksama, dan berkelanjutan karena dengan adanya teknologi saat ini buku teks sebagai sumber belajar satu-satunya tidak lagi relevan.

Selain itu, buku teks yang cerdas juga memerlukan guru yang mumpuni secara pedagogis.

Guru harus mampu mendiagnosis kebutuhan siswa dan menimbang kompetensi yang perlu dicapai.

Kemudian guru dapat menggunakan buku teks sebagai panduan awal, tetapi juga melakukan eksplorasi lebih luas jika diperlukan.

Kemampuan mengelola proses dialogis antara guru, buku teks,dan siswa merupakan salah satu elemen penting dalam persiapan dan peningkatan kapasitas guru.

Selain itu, guru perlu melakukan kurasi materi relevan, strategi yang ditawarkan di dalam buku teks kemudian menghubungkannya dengan kondisi siswa serta kondisi geografis, sosial, dan kultural di mana mereka berada.

Dalam hal ini, perlu kiranya mempertimbangkan kondisi siswa yang tumbuh di lingkungan yang tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama, tetapi bahasa kedua setelah bahasa daerah.

Hal itu memerlukan strategi pengajaran dan perumusan buku teks yang berbeda. Jika kita percaya kebinekaan ialah bagian integral dari identitas bangsa Indonesia, perumusan buku teks yang menimbang kebinekaan tanpa menafikan keragaman identitas ialah mutlak.

Karena itu, penggunaan buku teks yang membantu siswa menguasai kedua bahasa secara luwes dan terampil merupakan keharusan.

Dengan demikian, kebinekaan sebagai kekayaan bangsa Indonesia dapat diwujudkan secara nyata dalam proses pembelajaran sehari-sehari.(mediaindonesia)

 

 

Penulis adalah Direktur Kerja Sama Antarlembaga Yayasan Sukma Kandidat PhD Tampere University

Trending di Opini