Satujuang- Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menilai bahwa kebijakan larangan penjualan produk tembakau alternatif di media sosial, akan sangat memberatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bergerak di industri ini.
“Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan,” ujar Sekretaris Jenderal APVI, Garindra Kartasasmita.
Ia menyatakan bahwa industri produk tembakau alternatif sebagian besar terdiri dari pelaku UMKM yang berbasiskan komunitas.
Larangan ini, menurutnya, akan mempersempit ruang usaha untuk mengedukasi konsumen.
Garindra juga mengkritik sejumlah pasal dalam PP 28/2024 dan aturan turunannya, khususnya Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang dinilai berpotensi merugikan industri.
Salah satu pasal dalam PP 28/2024 melarang penjualan produk tembakau alternatif melalui media sosial dan situs web komersial, yang dianggap akan menghambat usaha dalam memerangi produk ilegal serta mengedukasi konsumen dewasa.
Selain itu, ketentuan RPMK tentang kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau dan rokok elektronik juga dinilai memberatkan pengusaha kecil dan menengah.
Garindra mengungkapkan bahwa saat ini penjualan mereka sudah menurun hingga 50 persen secara month to month, dan penggunaan media sosial merupakan alat penting untuk menjangkau konsumen dewasa yang banyak aktif di platform tersebut.
APVI bersama 19 organisasi lainnya telah menandatangani petisi menolak ketentuan kemasan polos serta beberapa pasal dalam PP 28/2024.