Penulis: Gantyo Koespradono
satujuang.com – Konstitusi terkait dengan pemilihan umum (pemilu) presiden (pilpres) dan wakil presiden (cawapres) diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017.
Paragraf 1 UU tersebut berjudul Tata Cara Penentuan Pasangan Calon. Pasal 221 UU itu berbunyi, “Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik”.
Jelas ya, yang berhak dan berkuasa menentukan siapa sosok yang akan maju dalam kontestasi sebagai presiden dan wakil presiden adalah partai politik. Bukan presiden.
Karena yang menjabat presiden Indonesia sekarang adalah Joko Widodo (Jokowi), ia tidak punya hak menentukan siapa calon penggantinya. Apalagi, mengutip Ketua Umum PDIP Megawati, Jokowi ‘hanyalah' petugas partai yang kebetulan dipercaya dan diutus menjadi presiden.
Bahwa Presiden Jokowi punya keinginan melakukan suksesi kepemimpinan ya wajar-wajar saja. Bahwa beliau ingin agar apa yang sudah dirintis dan dibangun bisa dilanjutkan oleh penerusnya, ya, itu manusiawi.
Itu tidak ada bedanya dengan pemilik perusahaan yang menginginkan usahanya tetap eksis dan karenanya perlu dilanjutkan oleh penerus pilihannya manakala sang pemilik akan pensiun.
Namun, tidak demikian dengan pergantian kepemimpinan nasional. Semuanya sudah diatur oleh undang-undang. Selayaknya partai-partai politik (parpol) percaya diri (PD/pede) karena diberi hak penuh untuk mengusung dan mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Soal ini saya angkat topi kepada PDIP yang pada 21 April 2023 akhirnya secara resmi mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres untuk kontestasi Pilpres 2024.
Padahal sebelumnya, Ganjar tidak begitu dianggap oleh sebagian elite partai merah tersebut, termasuk Megawati.Apakah Ganjar sebagai pemimpin (gubernur) Jawa Tengah benar-benar istimewa dan sempurna sehingga oleh PDIP akhirnya dicapreskan
Kalau mengacu kepada survei lembaga-lembaga survei, popularitas Ganjar memang oke, selalu unggul dibanding dua nama yang selama ini disebut-sebut ‘layak' menjadi capres (Prabowo Subianto dan Anies Baswedan).
Namun, kalau kita mengacu kepada prestasi Ganjar, sepertinya belumlah. Belum lama berselang seorang ibu di Semarang mengontak saya dan mengakui bahwa Ganjar orangnya memang baik, ramah dan nasionalismenya tidak diragukan.
Tapi, dalam soal pemerintahan di Jawa Tengah, masih menurut warga Jawa Tengah itu, Ganjar biasa-biasa saja. Bahkan ia agak jeblok dalam hal pembenahan birokrasi.
Ya, sudahlah. Tidak ada manusia dan pemimpin yang sempurna. Demi meraih kemenangan, kita harus hormati keputusan yang diambil PDI Perjuangan. PDIP sudah PD. Keputusan ini harus kita hormati.
Tak seorang pun boleh menggugat atau iri hati dengan pencapresan Ganjar.Jauh sebelumnya ada parpol yang sudah pede lebih dulu, yaitu NasDem.
Ketika parpol lain belum berani menyebut nama bakal calon presiden, Partai NasDem di 2022 sudah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres, padahal partai ini saat itu belum punya kawan untuk berkoalisi.
Sempurnakah Anies Baswedan Seperti ulasan saya di atas tentang Ganjar, Anies pun bukan sosok yang sempurna. Bahkan ada yang menilai Anies gagal sebagai gubernur DKI Jakarta.
Lalu, salahkah Partai NasDem mencalonkan dan mengusung Anies Tentu tidak. Bukan hanya Anies, partai mana pun berhak mengusung dan mencalonkan siapa pun.
Kalau memang pede, parpol boleh kok mencalonkan sosok atau tokoh yang tingkat elektabilitasnya paling bontot.Menurut saya, adalah sebuah kesalahan, jika gara-gara mencalonkan Anies, orang, bahkan Presiden (semoga tidak) kemudian membenci NasDem dan menganggap keputusan politik itu sebagai dosa besar atau aib.
Saya mengibaratkan kontestasi pilpres tak ubahnya adalah tontonan di televisi. Siapa pun boleh menonton berdasarkan selera. Remote control ada di tangan kita.
Jika kita tidak suka dengan program acara yang ditayangkan Gampang. Ambil remote control. Ganti chanel. Sampai saat ini, masih ada sejumlah partai yang masih gamang karena belum bersikap menentukan bakal capres dan cawapres.
Gara-gara itu, beberapa pekan lalu, sejumlah ketua umum parpol memenuhi undangan Presiden Jokowi di Istana Negara. Kita menduga pertemuan itu membicarakan soal pencapresan.
Halo para ketua umum parpol, sebagai rakyat biasa, saya hanya mengingatkan bahwa dalam soal pencapresan sebagaimana diatur UU, parpollah yang berhak menentukan dan mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Gunakanlah hak luar biasa ini.Percaya dirilah, jangan bergantung pada Presiden Jokowi. Berilah kesempatan kepada Presiden Jokowi untuk menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai presiden yang masih satu setengah tahun lagi.
Jangan paksa Jokowi untuk cawe-cawe membicarakan, apalagi menentukan capres/cawapres yang akan kalian usung. Tugas beliau sudah berat dan kewajiban presiden berikutnya untuk melanjutkan apa yang sudah dilakukan Presiden Jokowi.
Penulis adalah seorang mantan jurnalis, pemerhati sosial dan politik.