Jakarta- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa transaksi pembayaran menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Hal ini ditegaskan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, yang menjelaskan bahwa layanan pembayaran melalui QRIS termasuk dalam kategori Jasa Sistem Pembayaran.
Pengenaan PPN pada transaksi ini mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Dasar pengenaan PPN adalah biaya Merchant Discount Rate (MDR), yakni biaya yang dikenakan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada merchant ketika konsumen bertransaksi menggunakan QRIS.
MDR QRIS Tidak Dibebankan ke Konsumen
Dwi menjelaskan, pengenaan PPN atas QRIS bukanlah jenis pajak baru.
Biaya MDR QRIS yang dikenakan kepada merchant tidak boleh dibebankan kepada konsumen.
Contohnya, jika Pablo membeli TV seharga Rp 5.000.000, PPN sebesar Rp 550.000 tetap terutang, sehingga total yang harus dibayar Pablo adalah Rp 5.550.000, baik menggunakan QRIS maupun metode pembayaran lainnya.
Menurut Bank Indonesia (BI), tarif MDR QRIS bervariasi tergantung jenis merchant.
Untuk Usaha Mikro (UMI), tarif MDR adalah 0,3 persen untuk transaksi di atas Rp 100.000, dan 0 persen untuk transaksi di bawah Rp 100.000. Tarif MDR lainnya adalah:
Usaha Kecil, Menengah, dan Besar: 0,7 persen
Layanan Pendidikan: 0,6 persen
SPBU, BLU, dan PSO: 0,4 persen
Transaksi sosial seperti bansos (G2P) atau donasi (P2G): 0 persen.
DJP mengingatkan bahwa pengaturan ini bertujuan mendukung kepatuhan pajak tanpa memberatkan konsumen.
Pedagang diharapkan mematuhi aturan dan tidak membebankan MDR kepada konsumen.(Red/kumparan)