Menu

Mode Gelap
7 Sumber Energi Alami untuk Dukungan Aktivitas Harian Hati-Hati Tren Suntik Kecantikan di Rumah, Ternyata Tidak Aman Kasus Dugaan Korupsi DLH, Kejari Karimun Tahan Kadis dan Mantan Kadis Wow, Diduga Rokok Rampasan Negara Beredar Bebas di Karimun Terima Hasil Pleno KPU, Paslon Romer Putuskan Tak Ajukan Perselisihan ke MK Doyan Makan Jengkol? Ini Manfaat dan Efek Sampingnya

SJ News

NU Siap Sambut “Metaverse”

badge-check


Ahmad Walid (Penulis) Perbesar

Ahmad Walid (Penulis)

Oleh : Ahmad Walid

Muktamar Nahdlatul Ulama ke-34 telah usai dengan memutuskan KH. Yahya Cholil Staquf menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggantikan KH. Said Aqil Siradj.

Pada kesempatan itu juga presiden Republik Indonesia, bapak Joko Widodo mengingatkan dalam sambutannya agar organisasi Nahdlatul Ulama memperhatikan soal metaverse.

Metaverse dalam dunia pendidikan telah menjadi bagian penting dalam rangka inovasi serta kolaborasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Dewasa ini dunia berada pada era globalisasi, dimana persaingan cukup ketat, yakni persaingan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Abad ke-21 menuntut setiap orang untuk belajar dan berpikir, memfokuskan pada pengembangan kemampuan intelektual sehingga mampu menyesuaikan perubahan dan perkembangan jaman.

Leward dan Hirata (2011) menyatakan bahwa outcome dalam pembelajaran abad 21 adalah memiliki keterampilan kecakapan hidup dan karir (life and career skills), yaitu kemampuan untuk mensintesis informasi, bekerja sebagai tim, untuk mengelola secara luas dan kompleks, dan bertanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungan.

Keterampilan dalam teknologi, media, dan informasi (information, media, and technology skills) adalah kemampuan untuk mengenali, menemukan dan melihat semua informasi dengan teknologi dan media sehingga bisa bermakna.

Keterampilan belajar kritis dan berinovasi (critical learning and innovation skills) adalah kemampuan untuk memperjelas pemahaman terhadap suatu masalah sehingga menghasilkan inovasi dan keputusan yang logis.

Persaingan global dalam era digital membutuhkan lebih dari sekedar penguasaan ilmu pengetahuan, melainkan juga penguasaan berbagai keterampilan meliputi keterampilan berpikir kritis, memecahkan masalah, mengkomunikasikan, bekerjasama, berkreasi, literasi, dan kesadaran mengenai isu-isu global.

Abad 21 membutuhkan generasi pemikir kritis yang mampu memecahkan masalah serta berpartisipasi aktif mengambil keputusan terhadap isu-isu lokal dan global, yang dibentuk melalui proses berpikir. Kemampuan berpikir dan kemampuan mengkomunikasikan ide dapat dilatih melalui pembelajaran yang mengutamakan proses berpikir.

Proses berpikir adalah kegiatan yang melibatkan kerja otak, perasaan dan kehendak manusia yang dapat dilihat melalui pembelajaran yang berfokus pada aktivitas siswa, baik itu aktivitas visual, audio, kinestetik, maupun verbal.

Kualitas SDM yang baik ditunjang oleh tingkat kemampuan berpikir yang ditunjang dengan tingkat pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mendorong proses pembelajaran yang lebih aplikatif dan menarik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik secara personal maupun branding yang dapat dipahami dan ditingkatkan dengan pemahaman menghadapi metaverse.

Saya berpendapat bahwa 5-10 tahun mendatang manusia akan memindahkan hampir seluruh aktivitas fisik ke dunia maya. Yang nantinya akan merubah segalanya dalam bentuk dakwah virtual, pengajian virtual, tapi seperti betul-betul ketemu, bukan seperti sekarang yang masih menggunakan v-con Metaverse.

Istilah metaverse diciptakan oleh Neal Stephenson, dalam novel fiksi ilmiahnya tahun 1992 yaitu Snow Crash, yang menggambarkan sebuah lingkungan virtual 3D yang persisten dan imersif di mana segala sesuatu mulai dari bisnis hingga hiburan dapat dilibatkan oleh pengguna mana pun di dunia, dengan akses ke terminal.

Dalam novel Stephenson, penciptaan metaverse memungkinkan sebagian besar interaksi manusia kita sehari-hari untuk pindah ke dunia maya, dan ini pada gilirannya sangat mengubah masyarakat dan budaya manusia di dunia nyata. Meskipun keadaan metaverse yang muncul saat ini jauh dari dunia terintegrasi mulus yang dibayangkan Stephenson, tapi novelnya sudah memberikan bentuk bagaimana cara teknologi itu dikembangkan, sehingga dapat mempengaruhi imajinasi penggunanya.

Dalam konteksnya saat ini, metaverse adalah konsep yang kompleks dalam beberapa tahun terakhir. Istilah ini telah berkembang melampaui visi Stephenson tahun 1992 tentang sebuah dunia virtual 3D yang imersif, untuk memasukkan aspek objek dunia fisik, aktor, antarmuka, dan jaringan yang membangun dan berinteraksi dengan lingkungan virtual.

Metaverse adalah konvergensi dari 1) hampir ditingkatkan realitas fisik dan 2) ruang virtual yang persisten secara fisik. Ini adalah perpaduan keduanya, sekaligus memungkinkan pengguna untuk mengalaminya. Hal ini menjadi fokus kebijakan pada masa 5 tahun terakhir dalam kepemimpinan KH Said Aqil Siradj yang melahirkan beberapa aplikasi dalam lingkungan NU, maka lahirlah kartanu, platform berbasis digital serta media yang terintegrasi langsung dengan sentuhan yang diinginkan masyarakat nahdliyin seluruh indonesia.

Dengan hasil muktamar yang baru saja selesai, secara otomatis kepemimpinan yang baru akan meneruskan perjuangan dalam menghadapi metaverse.

Di tengah era disrupsi yang ditandai dengan perubahan yang sangat akseleratif, maka harus ada langkah radikal dalam mengakselerasi intervensi khusus pada generasi milenial NU, baik di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ruang partisipasi.

Untuk itu diperlukan revitalisasi nilai ke-NU-an yang mengedepankan prinsip wasathiyah dan tasamuh dalam keseimbangan, antara norma dengan laku organisasi, dalam membangun hubungan intern organisasi dan antarorganisasi, serta menggeser pendekatan kaderisasi dan positioning organisasi dari kompetisi ke pendekatan kolaborasi.

Trending di SJ News