Jika Ditemukan Udin, Bengkulu Bukan Bumi Rafflesia Tapi Buminya Udin

Editor: Raghmad

Bengkulu – Menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2024 Bengkulu kemarin, mencuat isu soal penggantian julukan Provinsi Bengkulu dari “Bumi Rafflesia” menjadi “Bumi Merah Putih”.

Gagasan penggantian nama ini pertama muncul dari Helmi Hasan yang merupakan calon Gubernur nomor urut 1, dan merupakan pemenang Pilgub 2024 Bengkulu mengalahkan petahana Rohidin Mersyah yang ditangkap KPK jelang hari pencoblosan.

Usai Pilgub 2024 hingga penetapan kemenangan Helmi Hasan dengan Mian sebagai pihak pemenang, isu ini sempat hilang sejenak.

Namun, baru-baru ini dimunculkan kembali oleh Rektor Universitas Islam Negeri Fatmawati Soekarno (UINFAS) Bengkulu, Prof Zulkarnain.

Zulkarnain mengusulkan agar julukan Provinsi Bengkulu sebagai “Bumi Rafflesia” diubah menjadi “Bumi Merah Putih”.

Alasannya sama dengan Helmi Hasan, julukan Bumi Rafflesia dianggap memiliki kesan kolonial peninggalan masa penjajahan.

Alasan lainnya karena julukan Bumi Merah Putih dinilai lebih mencerminkan nilai historis dan perjuangan.

“Alasan utama adalah karena simbol Rafflesia yang selama ini digunakan kurang tepat, mengingat bunga tersebut dikaitkan dengan masa penjajahan. Sementara Merah Putih kita tau peran Bengkulu dalam kemerdekaan,” Kata Zulkarnain dalam Seminar Nasional Pemantapan Provinsi Bengkulu sebagai Bumi Merah Putih (15/1/25) kemarin.

Usulan penggantian julukan ini pun pada akhirnya kembali menjadi kontroversi ditengah masyarakat Bengkulu. Ada yang mendukung ada juga yang menyayangkan pemikiran tersebut.

Seperti seorang mahasiswa bernama Andri yang menilai jika julukan Bumi Rafflesia sudah tepat, karena merujuk provinsi Bengkulu secara umum sehingga tidak perlu diganti.

Sementara menurutnya, nama Bumi Merah Putih secara khusus bisa diberikan kepada kota Bengkulu saja.

Berbeda pola pemikiran, Andri menilai jika Rafflesia bukanlah produk penjajahan, melainkan anugerah dari Tuhan kepada Bengkulu, karena bunga ini tumbuh merata di semua wilayah Bengkulu.

“Rafflesia ini kan bukan dibuat, kalau dibuat ia kenangan penjajah kayak gedung-gedung itu. Tumbuh sendiri dia ini, nggak ditanam tapi memberikan banyak manfaat bagi Bengkulu juga jadi indikator ekosisten hutan Bengkulu yang masih baik,” kata Andri.

Pemimpin Baru Bengkulu Diminta Fokus Kerja Nyata, Jangan Hanya Sibuk Ganti Nama

Sementara Yuga, warga lainnya mengharapkan agar pemerintah yang baru saat ini fokus pada kerja nyata.

Bukan pada hal-hal yang tidak terlalu mendesak, seperti mengganti nama.

“Terlalu formalitas itu dibahas, sebaiknya segera buktikan jika masyarakat tidak salah pilih, dengan kerja nyata. Tidak semua hal perlu diganti namanya,” kata Yuga.

Isu Ganti Julukan Bumi Merah Putih Picu Aksi Unjuk Rasa

Isu penggantian nama Bumi Rafflesia menjadi Bumi Merah Putih ini sempat menjadi pemantik aksi unjuk rasa sejumlah mahasiswa para November 2024 lalu.

Saat itu, penolakan keras datang dari Ikatan Pemuda Penggerak Desa Indonesia (IPDA). Dengan alasan nama “Bumi Rafflesia” memiliki nilai sejarah dan kebanggaan tersendiri, merepresentasikan keunikan Bengkulu.

“Kami menolak keras wacana Helmi Hasan ingin ganti identitas Bengkulu dari Bumi Rafflesia menjadi Bumi Merah Putih,” ungkap ketua IPDA, Ogi Lobes saat itu.

Menurut mereka, nama Bumi Rafflesia ini bukan hanya simbol, tapi juga brand yang telah menjadi bagian dari daya tarik Bengkulu di kancah nasional dan internasional.

Mengubahnya akan menghilangkan identitas lokal yang selama ini diperjuangkan dan dihargai oleh masyarakat Bengkulu.

Mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih umum seperti ‘Merah Putih’ dinilai bisa melemahkan identitas khas Bengkulu dan mengaburkan pesan unik yang kita tawarkan kepada dunia.

Dalam aksi itu puluhan mahasiswa berorasi serta membentangkan spanduk yang bertuliskan “Bengkulu Itu Bumi Rafflesia Jangan Mau Diganti”.

Pegiat Pariwisata Bengkulu Sarankan Tambah Julukan Bukan Ganti Julukan

Hal senada juga dilontarkan salah seorang pegiat pariwisata Bengkulu yang juga ketua Bengkulu Heritage Society (BHS), Asnody Restiawan.

Kata Asnody, julukan Bengkulu Bumi Rafflesia digantikan dengan Bumi Merah Putih adalah hal yang tidak tepat.

Bumi Rafflesia merupakan gambaran kekayaan Bengkulu yang sangat identik dan sangat khas.

Semua wilayah di Provinsi Bengkulu memiliki habitat bunga Rafflesia, mulai dari Kaur sampai Mukomuko.

Sementara Bumi Merah Putih kurang menggambarkan Bengkulu, apalagi fakta sejarah menyebutkan jika Bendera Merah Putih tidak dijahit secara langsung di Bengkulu.

Ternyata bendera merah putih dijahit Fatmawati di Jakarta, saat sudah menjadi istri Soekarno dan dalam keadaan hamil besar putra pertamanya kala itu.

Namun, tak bisa dinaifkan jika Fatmawati memang putri asli Bengkulu, anak dari tokoh Bengkulu Hasan Din dan Siti Khadijah.

Selain itu kata kajian penggantian julukan itu kata Asnody, harus disertai dengan kajian yang lengkap dan mendalam.

Serta mempertimbangkan asas manfaat dan potensi strategis yang bisa digali, bukan sekedar mengganti nama.

“Saya pikir sangat tidak tepat jika digantikan, tapi kalau ditambah boleh saja. Seperti halnya Jogja, banyak julukan kota pelajar, kota gudek, kotan istimewa, kota wisata dan sebagainya,” kata Asnody, Jumat (17/1).

Asal Usul Bengkulu Dijuluki Bumi Rafflesia

Julukan Provinsi Bengkulu sebagai Bumi Rafflesia bukanlah hal baru, namun sudah lama sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu.

Julukan Bumi Rafflesia ternyata disimpulkan usai sejumlah fakta sejarah ditemukannya banyak bunga langka bernama Rafflesia di daerah yang berlokasi di pesisir barat Sumatera ini.

Menurut catatan sejarah, orang yang pertama kali menemukan Rafflesia bernama Louis Auguste Deschamps, seorang ilmuwan asal Perancis yang telah meneliti selama 11 tahun di Indonesia.

Pada tahun 1797, Deschamps menemukan bunga Rafflesia yang saat itu masih bernama bunga Padma.

Namun, ditahun 1803 semua hasil penelitiannya selama 11 tahun tersebut disita dan dijadikan rampasan perang oleh pihak Inggris, peristiwa ini terbongkar pada tahun 1954.

Dunia ilmiah pun baru mengetahui bahwa Deschamps yang pertama menemukan Rafflesia.

Sementara, Thomas Stamford Raffles yang namanya disematkan sebagai penemu, memang saat sedang di Bengkulu ia menemukan bunga tersebut bersama ilmuwan bernama Joseph Arnold pada Mei 1818.

Dari situlah alasan munculnya nama Rafflesia Arnoldi yang merupakan gabungan kedua ilmuwan, Raffles sebagai nama genus dan arnoldi sebagai nama spesies.

Sayangnya sebelum dipublikasikan, Arnold meninggal saat berada di Bengkulu karena penyakit malaria.

Barulah sekitar tahun 1821, bunga tersebut dipublikasikan pada the Transaction of the Linnean Society. 5 jenis Bunga Rafflesia bisa ditemukan di Provinsi Bengkulu.

Di Indonesia Provinsi Bengkulu Memiliki Koleksi Terbanyak Jenis Bunga Rafflesia

Hampir semuda wilayah di Bengkulu kecuali ibu kotanya, kota Bengkulu memiliki bunga Rafflesia.

Bunga ini bisa ditemukan di kawasan hutan lindung diantaranya di Kabupaten Bengkulu Tengah, Kepahiang, Kaur, Mukomuko, Seluma, Rejang Lebong, Lebong, dan Bengkulu Selatan.

Selain Rafflesia Arnoldii, juga ada Rafflesia Gadutensis, Rafflesia Hasselti, dan Rafflesia Bengkuluensis, Rafflesia Kemumu.

Sejak itu pula provisi Bengkulu disebut sebagai surga bunga Rafflesia. Provinsi Bengkulu kembali mulai tercatat dalam dunia botani. Bunga ini bahkan menjadi ikon dan lambang resmi provinsi Bengkulu.

Ternyata, dari 31 jenis Rafflesia di dunia, Bengkulu memiliki koleksi terbanyak, atau wilayah dengan jumlah temuan Rafflesia paling banyak.

Sedangkan di wilayah lain biasanya hanya ditemukan 1 atau dua jenis saja.

Rafflesia juga menjadi ikon wisata Bengkulu yang sangat dikenal. Serta membuat banyak wisatawan datang ke Bengkulu hanya untuk melihat bunga ini mekar. (Red)