Karimun – Terbatasnya kuota Solar bersubsidi, serta kelangkaan dalam beberapa bulan terakhir di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, menjadi sorotan tajam dikalangan masyarakat.
Guna mencegah adanya penyalahgunaan penyaluran BBM bersubsidi tersebut, Pimpinan lintas instansi mulai dari DPRD, Polres hingga Kodim serta pihak Pertamina Batam menggelar rapat bersama.
Rapat ini turut menghadirkan organisasi kemasyarakatan seperti ORGANDA, serta serikat Nelayan, diruang rapat Cempaka, Lantai III Kantor Bupati, Rabu (7/6/22).
Salah satu usulan yang disampaikan dalam rapat tersebut adalah meminta Pemda Karimun melalui Bupati untuk mengeluarkan Surat Edaran (SE) pengawasan terhadap penyaluran BBM subsidi.
“Dengan SE itu tentu semua mata akan melihat jika ada hal-hal negatif yang ditemui di lapangan. Untuk itu, kami minta agar segera ada SE yang mengatur soal ini,” ujar Dandim 0317/TBK, Letkol Inf Agus Rediyanto, dalam rapat.
Menurutnya, dengan SE itu, pengawasan penyaluran BBM akan lebih efektif sehingga tidak berimbas pada kelangkaan seperti yang terjadi belakangan ini.
“Maka dari itu pengawasan akan menjadi tanggung jawab kita semua, sampai ke level penyalur, agar bagaimana tidak salah sasaran terhadap BBM subsidi ini,” kata dia.
Sementara, Kepala Dinas Perdagangan Karimun, Basori, menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan pengetatan terhadap penyaluran BBM.
Hal itu berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam rapat yang dipimpin Wabup Karimun, Anwar Hasyim tersebut.
“Kesimpulan jangka pendek adalah melaksanakan pengendalian terhadap kuota yang ada, melalui pembatasan pengisian bahan bakar, memastikan sesuai sasaran dengan pengawasan ketat,” ucap dia.
Menurutnya, kuota bio solar 19,514 KL dan Pertalite 19, 732 KL untuk mengakomodir kebutuhan BBM di Karimun sebenarnya mencukupi apabila disalurkan sesuai dengan sasaran.
“Berdasarkan realisasi itu maka munculnya perhitungan Migas tahun 2022 itu 19. 514. Artinya realisasi potensi over kuota ada 1 persen. Asumsinya seharinya cukup,” terangnya.
Dalam kesempatan itu juga, diketahui ada perbedaan jumlah nelayan antara Dinas kelautan dan Perikanan Kabupaten Karimun, dengan Provinsi Kepri.
Selisih yang signifikan tersebut, diduga kuat menjadi celah maraknya praktik peyalahgunaan Solar Subsidi.
“Angka DKP Karimun lebih besar dibanding DKP Provinsi. Ibarat kata, nelayan hanya 10 kelompok, dalam catatan bisa sampai 15 kelompok. Kuota 5 kelompok ini buat siapa, Sebab, pemberian rekomendasi untuk nelayan harus melalui DKP kabupaten,” ujar Amirulah ketika dikonfirmasi terkait hasil rapat Pemda.
Ia juga mengatakan jika saat ini timbul istilah baru dikalangan pengusaha maritim, yakni “Nelayan Solar”.
“Saat ini banyak bermunculan “nelayan solar”, dengan modal kapal ikan, dan mengurus rekomendasi ke DKP. Setalah dolar didapat, mereka tidak melaut, melainkan menjualnya ke industri. Sementara kendaraan di darat sangat sulit mendapatkan Solor, khususnya pengemudi truck,” keluhnya.
Ia berharap kiranya pihak penegak hukum menelusuri lebih dalam, siapa dan apa motif disebalik pemberian surat rekomendasi oleh pihak DKP kepada para “nelayan solar” tersebut.
” Sesudah seharusnya ada penelusuran terhadap siapa penyebab timbulnya para “nelayan solar” ini oleh pihak penegak hukum,” pintanya. (Hendri/Esp).