Sampah Saja Tak Mampu Diurus

Oleh: Aidan Xavier Matta

Kegagalan beberapa kebijakan yang dilakukan eks Wali Kota Bengkulu semakin terlihat jelas dampaknya saat ini.

Salah satunya kebijakannya soal pengelolaan sampah, yang seketika membuat kota Bangkulu sempat mengalami darurat sampah yang berserakan dan menumpuk diberbagai sudut kota.

Kebijakan saat itu adalah dengan menarik semua kontainer sampah dibeberapa titik lokasi dan menerapkan sistem bayar uang sampah melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).

Padahal masyarakat kota Bengkulu sudah terbiasa rutin meletakkan sampah dipinggir jalan dan beberapa kontainer dimana sampah-sampah tersebut kemudian akan diangkut oleh pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menggunakan mobil pengangkut sampah mereka.

Warga kota pun mendadak kaget dan bingung mau meletakkan sampahnya dimana lagi, padahal penanganan sampah merupakan salah satu hak warga yang sudah sepatutnya didapatkan oleh warga secara gratis dari pimpinan yang dulu mereka pilih untuk memimpin.

Masyarakat kota Bengkulu mau tak mau harus terima aturan itu, karena jika meletakkan sampah dipinggir jalan lagi mereka akan diberi hukuman bahkan bisa menjadi terkenal karena dianggap sebagai pembuat kotor.

Pemaksaan itu kian terasa, dengan adanya sayembara yang dibuat oleh Pemkot memberikan hadiah bagi warga yang bisa menangkap si pembuang sampah di pinggir jalan dengan divideokan.

Entah karena ingin ikut-ikutan atau hanya untuk mengejar uang hadiah yang dijanjikan, jadilah sebagian warga kota Bengkulu mendadak menjadi paparazi pembuang sampah di Kota Bengkulu.

Namun hal itu tidak berlangsung lama, ketegasan penegakan aturannya pun hingga kini tidak tau bagaimana kejelasannya.

Untuk sebagian wilayah kota, warga patuh dengan aturan tersebut dikarenakan pengaruh doktrin yang dibuat oleh penguasa agar malu buang sampah sembarangan.

Namun, dibeberapa sudut kota Bengkulu hal tersebut tidak berlaku. Masih banyak ditemukan sampah berserakan menumpuk dipinggir jalan yang kemudian menjadi ramai diperbincangkan dimuka publik.

Jika mengacu pada tingkat kemiskinan kota Bengkulu sebagai penyumbang angka kemiskinan tertinggi untuk provinsi Bengkulu nampaknya para pelaku tersebut adalah warga-warga yang tidak mampu untuk membayar.

Mungkin untuk sebagian orang uang sampah itu kecil, tapi untuk warga yang kurang secara ekonomi, Rp 1000 dikantong sangatlah berharga untuk keberlangsungan kehidupan keluarga mereka.

Penanganan sampah itu nampaknya memang tidak diseriusi, terlihat dari kendaraan pengangkut sampah yang menyedihkan dan lokasi pembuangan akhir yang sangat ekstrim baik itu jalan akses maupun keadaan lokasinya.

Baru-baru ini perihal sampah ini kembali disorot, persoalannya kembali diangkat kemuka publik oleh para calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota baru yang sedih dengan keadaan ibu kota Provinsi yang dikenal dengan bunga Rafflesia ini.

Bukan busuk karena bau bunga Rafflesia tapi busuk karena sampah yang berserakan.

Keluhan terbaru datang dari penghuni ruko di kawasan Padang Jati simpang Kebun Kenanga, karena munculnya tumpukan sampah ditempat yang mendadak jadi tempat pembuangan sampah liar.

Meskipun sampah akhirnya diangkut oleh mobil dinas kebersihan, namun pemandangan tersebut sangat menganggu. Apalagi sampah menumpuk dan menimbulkan bau busuk.

“Tolonglah warga entah warga mana saya juga gak kenal mereka kan, bahwa itu bukan tempat sampah. Karena gak mau bayar iuran sampah 20 ribu sebulan sampai buang sampah kesitu, kan pusat kota ini, pusat bisnis, perkantoran negeri dan swasta,” ujar salah satu penyewa ruko yang kesal (15/11/24).

Sebelumnya, warga membuang sampah di tanah terbengkalai di kawasan Kebun Kenanga. Semenjak dipagari dan ditunggu, oknum masyarakat pindah membuang sampah, tepat di depan Laboratorium Prodia.

Jangan dilihat dari angka Rp 20 ribunya, tapi disinilah terlihat bahwa kebijakan itu kurang tepat untuk warga kota Bengkulu untuk saat ini.

Mengapa tidak dikembalikan lagi seperti dulu, ada kontainer sampah yang diletakkan dibeberapa titik? Apa anggarannya tak ada?, dan apa tidak ada solusi yang lebih baik?

Padahal membanguan gedung Merah Putih dengan anggaran puluhan miliar mereka bisa lakukan.

Buat apa ada bangunan megah jika masyarakatnya harus dipaksa disibukkan dengan persoalan sampah.

Pemimpin kota Bengkulu selanjutnya diharapkan bisa menyelesaikan masalah yang sebagian orang bilang sangat remeh ini, padahal untuk mendudukkan mereka disana negara harus menghabiskan uang ratusan miliar rupiah.

Masa hanya sampah saja tidak mampu mereka urus?

Penulis merupakan warga kota Bengkulu

Komentar