Menu

Mode Gelap
Hidup Sebatang Kara, Lansia Di Kajen Dapat Bantuan Beda Rumah Gelapkan Sepeda Listrik, 4 Orang Warga Kota Tegal Diamankan Polisi DPRD DKI Jakarta Tetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih Fenomena Aliran Sesat dan Bahayanya terhadap Umat Waspada Marak Beredar Oli Palsu, Berikut Cara Membedakannya SNPMB 2025 Resmi Dibuka, Ini Panduan Registrasi Akun dan Jadwal Lengkap

Edukasi

Membatalkan Salat Saat Bencana Alam? Ini Pandangan Islam

badge-check


Shalat Perbesar

Shalat

Jakarta- Tidak ada seorang pun yang tahu kapan bencana alam akan terjadi. Dalam Islam, hanya Allah SWT yang mengetahui secara pasti waktu terjadinya sebuah bencana.

Ketika bencana melanda, banyak orang tengah menjalani aktivitas seperti bekerja, belajar, atau bahkan salat.

Salat, sebagai salah satu rukun Islam, merupakan kewajiban utama bagi setiap muslim. Perintah ini tercantum dalam Al-Qur’an, salah satunya pada Surah Al-Hajj ayat 78:

“Maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”

Namun, bagaimana jika seorang muslim harus membatalkan salatnya akibat bencana alam? Apakah tindakan ini dibenarkan dalam Islam?

Hukum Membatalkan Salat Saat Bencana

Dalam Islam, keselamatan jiwa adalah prioritas utama. Jika terjadi bencana alam seperti gempa bumi atau banjir saat seorang muslim sedang melaksanakan salat, ia dianjurkan untuk segera menyelamatkan diri, bahkan jika itu berarti harus membatalkan salatnya.

Menurut Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Abdurrahman Dahlan, memaksakan diri untuk melanjutkan salat saat situasi berbahaya justru haram hukumnya.

Islam tidak mengajarkan seorang muslim untuk mengorbankan keselamatan jiwa demi menuntaskan ibadah yang masih bisa dilakukan di waktu lain.

“Jika membahayakan keselamatan, maka tindakan itu haram. Salat bisa diulang atau diqadha setelah keadaan aman,” ujar Prof. Dahlan.

Alternatif Salat di Tengah Situasi Darurat

Islam memberikan kemudahan atau rukhsah dalam pelaksanaan ibadah. Dalam situasi darurat, seorang muslim diperbolehkan menjamak atau mengqadha salat setelah bencana berakhir dan kondisi sudah kondusif. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang tidak memberatkan umatnya.

Prof. Dahlan juga menegaskan bahwa tindakan memaksakan salat di tengah situasi berbahaya dapat memberikan kesan buruk bagi orang luar yang mengamati Islam.

“Jika dilihat oleh penganut agama lain, hal itu bisa menciptakan anggapan keliru bahwa Islam tidak memprioritaskan keselamatan jiwa,” jelasnya.(Red/detik)

Trending di Edukasi