Satujuang- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan mengenai potensi gempa di dua megathrust di Indonesia.
Meskipun ada kekhawatiran tentang Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, para ahli mengakui keterbatasan dalam memprediksi gempa akibat teknologi dan akses geografis yang terbatas.
Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, menjelaskan bahwa zona seismic gap ini—daerah potensial untuk gempa besar yang belum mengalami aktivitas besar dalam waktu lama—memerlukan perhatian khusus.
Megathrust merupakan area pertemuan antar-lempeng tektonik yang dapat memicu gempa kuat dan tsunami.
Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut terakhir kali mengalami gempa besar ratusan tahun yang lalu, yakni pada tahun 1699 dan 1780 untuk Selat Sunda, serta pada 1797 dan 1833 untuk Mentawai-Siberut.
Dengan panjang dan lebar masing-masing megathrust yang signifikan, risiko gempa besar tetap ada mengingat periode tanpa gempa besar yang lama.
Daryono menegaskan bahwa meskipun ilmuwan telah mencari cara untuk memprediksi gempa, teknologi saat ini belum mampu memberikan prediksi yang akurat.
Gempa bumi terjadi ketika retakan di kerak bumi bergeser, dan para ilmuwan belum dapat memprediksi kapan atau di mana pergeseran ini akan terjadi.
Penelitian menunjukkan bahwa sinyal seismik awal tidak dapat membedakan gempa kecil yang akan berkembang menjadi besar, dan prediksi gempa berdasarkan tegangan pada sesar masih belum memungkinkan.
Sementara itu, ramalan gempa oleh individu tidak terverifikasi, seperti yang dilakukan oleh Frank Hoogerbeets, sering kali tidak terbukti akurat.