Satujuang– Proyek pembangunan relokasi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Blitar mendapat sorotan karena diduga menggunakan material dari penambangan ilegal.
Ini terungkap ketika beberapa warga sekitar tambang ilegal membocorkan informasi bahwa material ilegal tersebut digunakan untuk proses pematangan lahan dan turap dalam proyek relokasi Lapas.
“Material ilegal tersebut dikirim ke Kota Blitar untuk mengurug lahan proyek relokasi Lapas,” ujar salah satu warga, Sabtu (28/10/23).
Proyek ini dikerjakan oleh PT.Cahaya Legok Pratama di Kelurahan Sentul, Kota Blitar, dengan biaya mencapai Rp.15,6 Miliar yang berasal dari anggaran Kemenkumham Republik Indonesia.

Penggunaan material dari tambang ilegal secara jelas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba ketika digunakan untuk proyek pemerintah.
“Penting adanya transparansi dalam proyek-proyek yang menggunakan dana negara. Informasi yang jelas dan terbuka kepada publik adalah kewajiban,” ujar Sadewo, seorang tokoh masyarakat setempat menambahkan.
Dalam investigasi yang dilakukan oleh awak media, papan nama proyek hanya mencantumkan PT.Cahaya Legok Pratama sebagai pemenang tender tanpa mencantumkan alamat yang jelas.
Bahkan, nama konsultan pengawas juga tidak tertera. Hal ini menciptakan keraguan mengenai transparansi dan akuntabilitas proyek ini di mata publik.
Selain itu, terungkap bahwa material urugan yang digunakan masih mengandung campuran batu berukuran besar yang dapat memengaruhi kualitas dan kemampuan struktur yang akan dibangun.
Meskipun pihak pelaksana proyek menyatakan akan memperhatikan masalah ini, masih ada banyak pertanyaan yang harus dijawab terkait dengan proyek relokasi Lapas di Blitar yang diduga menggunakan material ilegal.(NT/Herlina)