Satujuang.com – Dikisahkan, Raja Manguyang adalah Raja Gunung Sahilan yang kembali ke Pagaruyung dan menjadi Tuan Titah di Sungai Tarab.
Raja Manguyang menikah dengan Puti Reno Bulan dan memiliki 5 anak dari pernikahan tersebut.
Anak pertama Raja Manguyang bernama Rajo (Raja) Gandam (Yamtuan Rajo Putiah) merupakan wakil mutlak Pagaruyung, wakil Daulat yang Dipertuan, Wakil Basa Ampek Balai dalam setiap urusan dengan para Kompeni (Bangsa Asing).
Raja Gandam menikah dengan Puti Sari Balambang anaknya Yamtuan Perkasa Alam, dan tinggal di Pulau Cingkuk dekat Kuala Bungo Pasang, Rantau Pasisir Barat, antara Bayang dan Bandar Sepuluh, kemudian menjadi raja di Mukomuko.
Raja Gandam memiliki 3 orang anak:
- Yamtuan Raja Kaciak menikah dengan Puti Reno Surah anak Yamtuan Rajo Pangat (Anak ketiga Raja Manguyang). Dari pernikahan ini lahirlah 2 orang anak, yang pertama bernama Yamtuan Raja Mangun dan yang kedua Puti Reno Junjung Dalima.
- Puti Reno Pambaringan (Puti Sangik) bergelar Puti Simpalai menikah dengan Raja Pandarap dari negeri Tanah Deli,
- Puti Reno Janji yang menikah di Pagaruyung, tidak disebutkan siapa sosok suaminya.
Anak kedua Raja Manguyang bernama Puti Reno Sari Antan yang menikah dengan Yamtuan Raja Dewa, mempunyai 2 anak:
- Yamtuan Rajo Pangat (sama dengan nama adiknya) yang menikah dengan Puti Reno Jati.
- Putri Reno Kumalo menikah dengan Yamtuan Raja Bagewang (anak adiknya) yang nantinya akan menjadi Tuan Titah di Sungai Tarab menggantikan ayahnya.
Anak ketiga Raja Manguyang bernama Yamtuan Raja Pangat menggantikan jabatan Raja Manguyang menjadi Tuan Titah di Sungai Tarab, ia memiliki 2 orang anak:
- Yamtuan Raja Bagewang yang menikah dengan Putri Reno Kumalo (anak kakaknya)
- Puti Reno Surah yang menikah dengan Yamtuan Raja Kaciak (anak kakak pertamanya).
Anak ke 4 dan ke 5 Raja Manguyang dengan Puti Reno Bulan tidak disebutkan dalam sumber yang didapat.
Dikisahkan, kala itu terjadilah peperangan antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Sungai Serut yang berada di Bangkahulu.
Penyebab peperangan dua kerajaan besar ini menurut kisah, ada dua versi, ada yang menyebutkan karena hasil bumi, ada juga yang mengisahkan karena perkara penolakan lamaran seorang anak Raja.
Serangan laut Kerajaan Aceh waktu itu memporak-porandakan wilayah Kerajaan Sungai Serut.
Dikisahkan, Raja Manguyang dibawa oleh Muhammad Delik (Muhammad Deli Khan), ke Aceh untuk menghadap Sultan Iskandar Muda untuk membuat kesepakatan perdamaian antara Aceh dan Bangkahulu.
Sumber lain menceritakan, setelah serangan dari Kerajaan Aceh, Raja Sungai Serut bernama Anak Dalam, dan saudaranya menghindar ke Gunung Bungkuk.
Saat itu Gunung Bungkuk merupakan wilayah kekuasaan Yamtuan Perkasa Alam (Raja Megat) sepupu Raja Manguyang.
Dialah yang merancang skenario perdamaian perang antara Kerajaan Aceh dan Kerajaan Sungai Serut.
Saat itu, Raja Megat mengumpulkan dua saudaranya yaitu, Rajo Manguyang yang masih menjadi Tuan Titah di Sungai Tarab dan Gocah Pahlawan Laksamana Bintan (Panglima Perang Aceh) anaknya Muhammad Dalik (Deli Khan).
Dalam perundingan itu, diputuskan Rajo Manguyang dinikahkan dengan Puti Reno Buih bergelar Putri Gading Cempaka adik Anak Dalam Raja Sungai Serut.
Sementara Gocah Pahlawan Laksamana Bintan, bertanggung jawab untuk urusan ke Kerajaan Aceh.
Rajo Manguyang menemui Sultan Aceh bersama Gocah Pahlawan, diduga kuat pertemuan saat itu juga didampingi oleh Muhammad Dalik ayahnya Gocah Pahlawan.
Setelah bersepakat bersama, pergilah Raja Manguyang ke Bangkahulu. Tiba di Bangkahulu menikahlah Raja Manguyang dengan Putri Gading Cempaka.
Setelah menikah, Raja Manguyang bergelar Maharaja Sakti, mendirikan kerajaan Sungai Lemau (Limau).
Kerajaan Sungai Lemau ini diperkirakan berdiri pada abad ke 15 akhir.
Bisa dibilang, berdirinya kerajaan ini merupakan buah kesepakatan perdamaian antara Kerajaan Aceh dan Kerajaan Sungai Serut Bangkahulu kala itu.
Dari pernikahan Raja Manguyang dan Putri Gading Cempaka ini lahirlah Riya Bakau, yang nantinya akan menggantikan posisi ayahnya sebagai Raja Kerajaan Sungai Lemau.
Dalam beberapa kisah menyebutkan, Kerajaan Sungai Lemau akhirnya runtuh dan dibubarkan oleh Belanda pada tahun 1850.
Karena raja terakhir Kerajaan Sungai Lemau bernama Muhammadsyah 2 tidak mempunyai keturunan.
Masuknya Belanda ke Bengkulu saat itu berkisar pada tahun 1825-1830 setelah Traktat London.
Suasana politik saat itu tidak memungkinkan para sepupu Muhammadsyah 2 untuk meneruskan Kerajaan Sungai Lemau.
Saat itu Belanda membentuk pemerintahan marga yang disebut Pasirah dan dibagi dalam beberapa wilayah Onderafdeling dan Afdeling.
Sumber: Kitab Silsilah Raja-Raja di Alam Minang Kabau yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia serta sumber sejarah lainnya.
Komentar